JAKARTA, REPORTASE – “Saya pengalaman dari tahun 2003 berpolitik, saya temukan lawan-lawan politik yang rasis dan pengecut selalu menggunakan ayat itu (Al-Maidah 51) untuk membodohi orang (agar) tidak pilih saya….,†tutur Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada salah seorang wartawan.
Bisa jadi, kata salah seorang pendukung Ahok, lawan politik Ahok itu sudah tahu tapi tidak menceritakan kepada umat bahwa pada masa Nabi, umat muslim juga pernah dipimpin oleh nonmuslim, salah satunya di Mekkah, yaitu oleh Abu Thalib. Apalagi, dasar negara Indonesia adalah Pancasila dan semua warga negara memiliki kedudukan yang sama untuk menjadi pemimpin, apa pun agama dan sukunya.
Ahok mengungkapkan bahwa tidak ada maksud dia untuk menista agama atau kitab suci Alquran. Kritik Ahok tertuju kepada politisi dan lawan politik di Pilkada, yang memakai agama dan ayat-ayat kitab suci untuk tujuan politiknya. Sekalipun begitu, Ahok meminta maaf kepada semua umat Islam dan orang yang merasa tersinggung atas ucapannya. Memang, jika menyimak video Ahok — yang menjadi persoalan itu – secara utuh, tidak terkesan bahwa Ahok hendak menista atau melecehkan Alquran. Ucapannya muncul secara spontan, santai, dan dalam suasana kekeluargaan.
Kesan itu terlihat dari wajah orang-orang yang hadir, dari candaan Ahok, serta tawa masyarakat nelayan ketika itu. Jika memang terkesan menghina, tentu yang mendengar saat itu menjadi tegang. Tetapi, yang terjadi adalah mereka tertawa lepas. Ini bisa berarti bahwa mereka mengakui memang ada oknum-oknum yang memakai ayat-ayat kitab suci untuk kepentingan tertentu. Atau, seperti kata Ahok, untuk tidak memilih dia. Jika ucapan Ahok itu dikatakan menista agama, tentu orang-orang yang tertawa ketika itu juga bisa dikatakan ikut menista.
Masalah penistaan Ahok itu beda sekali dengan para penista agama atau Alquran lainnya. Sebut saja, Salman Rushdie, yang menulis buku Satanic Verses atau ayat-ayat setan (1998). Salman Rusdhie dengan jelas dan sadar menulis bukunya untuk menista agama Islam dan kitab suci Alquran. Begitu juga film Innocence of Muslim (2012), film Submission karya Van Gogh di Belanda, kartun Nabi Muhammad di surat kabar Denmark, Jyllands-Posten (2005), dan di majalah Charlie Hebdo di Perancis, atau seruan Pendeta Terry Jones di Florida untuk membakar Alquran.
Lain lagi dengan Arswendo Atmowiloto, dengan tabloid Monitor (1990) yang dipimpinnya. Dia dengan sadar dan sengaja mempublikasikan hasil angket mengenai tokoh yang paling dikagumi pembaca. Hasilnya, Nabi Muhammad menempati urutan ke sebelas, satu tingkat di bawah Arswendo, yang menempati urutan kesepuluh. (Syarif Oppusunggu)