Jakarta, Reportasenews – Andri Tedjadharma, salah satu pemegang saham sekaligus komisaris Bank Centris Internasional (BCI) menegaskan bahwa Bank Centris bukanlah pengemplang BLBI seperti yang kerap dituduhkan sepihak oleh Satgas, tapi Bank Indonesialah justru mengemplang bank Centris.
Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers bersama ekonom senior Faisal Basri dan Ketua DPR RI periode 2009-2014. Marzuki Alie di kantornya, di kawasan Meruya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (9/7) lalu.
“Bank Centris tidak pernah menerima BLBI, karena pada tanggal 31 Desember 1997 tidak bersaldo merah. Karena itu kami tidak pernah menandatangani Akta Pengakuan Utang (APU), MIRNA dan MSAA. Bank Centris hanya melakuan jual barang namanya promes disertai jaminan dengan Bank Indonesia”, jelas Andri.
Perjanjian jual beli antara Bank Centris dengan BI diikat dalam akta 46 pada tanggal 9 Januari 1998. Bank Centris telah menyerahkan promes nasabah sebesar 492 miliar rupiah dan menyerahkan jaminan lahan seluas 452 hektar yang telah dipasang hak tanggungan atas nama Bank Indonesia.
Namun dalam persidanagan gugatan BPPN terhadap Bank Centris di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2000 terbukti Bank Centris tidak menerima Pembayaran 492 M yang diperjanjikan dari Bank Indonesia.
“Bank Centris tidak menerima uang satu rupiahpun dari perjanjian jual beli promes tersebut karena terbukti uangnya justru dikreditkan ke rekening rekayasa no 523.551.000, padahal rekening BCI adalah adalah no 523.551.0016. Sementara jaminan yang telah diserahkan tidak jelas keberadaannya. Jadi siapa yang sebenarnya mengemplang BLBI ? Bank Indonesia harus bertanggung jawab mengembalikan promes dan jaminan Bank Centris”, jelas Andri geram.
Saat ini dirinya sedang menggugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara 171/Pdt.G/2024/PN.Jak.Pus atas Perbuatan Melawan Hukum Kementrian Keuangan (tergugat I) dan Bank Indonesia (tergugat II) atas tindakan-tidakan penyitaan aset pribadi dan menghilangkan jaminan.
Lebih lanjut, Andri mengungkapkan bahwa dalam peristiwa BLBI 1998, telah terjadi perbuatan penipuan dan penggelapan yang sangat canggih, sistematis, terkomputerisasi, terlindungi, tertutupi, dan direncanakan dengan sangat matang terhadap bangsa dan negara dengan memanfaatkan dan menipu Bank Centris.
“Jadi dalam hal ini, bukan pemerintah yang menagih kami, tetapi kami yang menagih pemerintah,” tegasnya.
Marzuki Alie juga menyesalkan dengan tindakan Satgas yang terus melakukan penyitaan terhadap aset aset pribadi Andri Tedjadharma yang tidak ada kaitannya dengan Bank Centris,
“Kita harus membiasakan menyelesaikan persoalan melalui proses hukum karena hukum adalah panglima tertinggi yang harus kita hormati bersama. Jangan main sita-sita saja. Kalau punya akal dan pikiran yang logic dengar lah keluhan warga yang membela hak-haknya. Jangan mentang-mentang punya kuasa”, ujar mantan Ketua DPR RI.
Pernyataan sedana disampaikan Faisal Basri, Indonesia adalah negara hukum. Seharusnya hukum menjadi panglima, bukan hukum rimba.
Kalau pemerintah punya niat baik untuk menegakkan aturan, terkait permasalahan Bank Centris cari saja duduk perkaranya. Bank centris melakukan jual beli promes dengan Bank Indonesia disertai jaminan. Promes dan jaminan sudah diserahkan ke BI kemudian uang itu dicairkan kemana kan bisa dilacak dengan audit forensik. Kalau yang basic begini saja abai maka akan terjadi ketidakpastian hukum, bagaimana masyarakat dan investor mau percaya”, tutup Faisal Basri mengingatkan pemerintah agar tidak main-main dengan penegakan hukum.(dik)