Jakarta, Reportasenews – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan Tedi Hartono terhadap merek “Kaso” milik PT Tatalogam lestari yang dinilai telah melanggar ketentuan Undang-Undang merek, khususnya terkait larangan penggunaan nama umum sebagai merek dagang.
Tedi mengatakan Putusan Majelis hakim yang mempertahankan status terdaftar merek “Kaso” pada kelas 6 yang dipegang oleh PT Tatalogam Lestari ini bisa berpotensi terjadinya monopoli bisnis terhadap jenis barang kaso.
“Pendaftaran merek “Kaso” ini sengaja bertujuan memonopoli jenis barang bernama serupa, yang berdampak pada pembatasan bagi pelaku usaha lain untuk menggunakan nama tersebut dalam produk serupa, meskipun memiliki daya pembeda yang jelas. Nama umum atau jenis barang seperti “Kaso” menurut undang-undang tidak bisa didaftarkan sebagai merek dagang, karena hal ini akan menghambat persaingan usaha yang sehat dan menimbulkan potensi monopoli,” ujar Tedi dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Jumat (8/11).
Selain upaya monopoli, gugatan Tedi Hartono juga menyoroti dugaan kelalaian dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) karena telah menyetujui permohonan merek “Kaso” tanpa mempertimbangkan bahwa nama tersebut sudah umum digunakan sebagai nama barang dan seharusnya tidak boleh didaftarkan sebagai merek dagang.
“Berdasarkan aturan UU Merek, penggunaan nama barang umum sebagai merek dagang yang dapat menimbulkan kebingungan atau misleading di kalangan konsumen tidak diperbolehkan,” lanjut Tedi.
Akibat kelalaian dan putusan pengadilan yang kontroversial ini, PT Tatalogam Lestari mendapatkan keuntungan hukum yang memungkinkannya mengajukan somasi, gugatan perdata, hingga tuntutan pidana terhadap pihak lain yang ingin menggunakan nama “Kaso” untuk produk serupa.
“Gugagatan ini tidak semata-mata untuk kepentingan saya pribadi. Saya kecewa dengan putusan majelis hakim karena bisa membatasi hak pelaku usaha lain untuk bersaing secara sehat, yang seharusnya dihindari melalui pemeriksaan merek yang lebih teliti,” tegasnya.
Hal senada dilontarkan Rico Ricardo, kuasa hukum penggugat. Menurutnya, majelis hakim tidak memeriksa inti gugatan, yaitu apakah merek “Kaso” seharusnya batal demi hukum karena merupakan nama barang dan nama umum.
“Alih-alih membahas esensi ini, hakim justru berfokus pada prinsip “first to file” dengan mengacu pada putusan sebelumnya, yang menilai sengketa merek “Kaso” vs “KasoMAX” terkait prinsip pendaftaran pertama,” jelas Rico heran dengan putusan majelis hakim.
Rico menegaskan, putusan PN Jakarta Pusat tersebut juga tidak menjawab pokok gugatan yang menyoroti bahwa merek “Kaso” tidak boleh didaftarkan sejak awal karena tidak memiliki daya pembeda dan berpotensi menimbulkan misleading bagi konsumen.
“Putusan PN Jakarta Pusat tidak ini memberikan kepastian hukum mengenai apakah pendaftaran “Kaso” memenuhi syarat berdasarkan UU Merek, terutama terkait ketentuan larangan penggunaan nama barang umum sebagai merek,” ujarnya.
Sementara menurut praktisi hukum yang banyak berkecimpung di kekayaan intelektual, Nugraha Bratakusumah, Putusan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi pelaku usaha lain yang ingin menggunakan nama tersebut untuk produk serupa, meskipun dengan daya pembeda.
“Dengan memonopoli nama barang umum sebagai merek seperti “Kaso” ini jelas akan merusak iklim usaha yang sehat dan terbuka bagi semua pelaku usaha,” ungkap Nugraha
Ia juga menilai putusan ini diluar kebiasaan karena hakim mengabaikan seluruh proses persidangan. Tidak ada satupun kutipan ahli yang dimasukan dalam pertimbangan hakim.
“Dalam proses pengadilan dimanapun hakim akan menguji bukti-bukti dan keterangan dari saksi-saksi yang dihadirkan. Terkait kasus ini apakah kaso merupakan jenis barang hakim harus mengujinya. Anehnya hakim justru hanya menggunakan putusan lain sebagai pertimbangan padahal subyek pasal yang diuji berbeda. Putusan ini aneh sekali”, tutup Nugraha herang dengan putusan hakim. (dik)