Menu

Mode Gelap

Internasional · 22 Nov 2016 13:18 WIB ·

Bagaimana Kondisi Muslim di AS Pasca Terpilihnya Donald Trump Menjadi Presiden?


					Imam Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center di New York Perbesar

Imam Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center di New York

AMERIKA SERIKAT, REPORTASE – Pasca terpilihnya Donald Trump menjadi presiden Amerika, akhir-akhir ini banyak pertanyaan tentang kondisi komunitas Muslim di Amerika. Berikut petikan wawancara dengan Imam Shamsi Ali, Direktur Jamaika muslim Center di New York.

Pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, seperti apa kondisi muslim di AS?

Keadaan umat Islam secara umum baik-baik saja dan melanjutkan kehidupan dan bisnis seperti biasa. Memang diakui adanya kekhawatiran, ketakutan dan bahkan rasa ketidak menentuan di kalangan komunitas Muslim. Tapi saya kira beberapa pemberitaan di media cukup dilebih-lebihkan. Sehingga persepsi yang tumbuh di dunia Islam seolah Amerika tidak lagi kondusif bagi komunitas Muslim. Jadi biasa saja, aman dan terkendali.

Apakah benar di sana sempat ada kejadian tak mengenakan bagi kaum muslim pasca terpilihnya Trump? Ada peristiwa apa?

Memang ada beberapa kasus kejadian pasca terpilihnya Donald Trump. Di Long Islam New York misalnya ada wanita yang diteriaki dengan kata-kata “go home” (pulanglah ke kampung kamu). Padahal wanita ini lahir di Amerika, seorang dokter dan telah melahirkan dua anaknya di Amerika. Ada juga seorang mahasiswi yang ditolak naik bis oleh sopirnya yang berkulit putih. Karena ketakutan anak ini turun dan diam saja. Belakangan baru dia membuka mulut tentang apa yang terjadi. Dan beberapa kasus yang menipa komunitas Muslim.

Tapi perlu diingat bahwa kejadian-kejadian seperti ini, bahkan islamophobia sedah lama ada di Amerika. Bahkan jauh sebelum Doanld Trump berkampnye. Hanya saja saat ini mereka seolah mendapatkan justifikasi otoritas (institusi negara) untuk semakin berani terbuka mengekspresikan kemarahan dan kebencian mereka.

Seperti apa anda melihat kebijakan-kebijakan yang disampaikan Trump saat kampanye terkait pembatasan ruang gerak terhadap kaum muslim di AS?

Retorika politik Donald Trump memang berbahaya. Kalau sampai memang retorika itu diterjemahkan ke dalam kebijakan pemerintahannya maka mengancam kehidupan banyak orang, khususnya komunitas Muslim. Tapi kalua itu sebatas retorika tentu kita memahami. Sebab di mana juga di dunia ini selalu ada pihak-pihak yang memainkan sentiment manusia untuk kepentingannya.

Di antara retorika Donald Trump adalah akan melarang orang islam masuk Amerika. Akan meregistrasi orang-orasng islam, mirip ketika Nazi meregistrasi orang-orang yahudi di Eropa masa lalu. Trump juga berjanji akan menutup masjid-masjid yang dianggapnya radikal. Walau defenisi radikal itu tidak jelas.

Yang pasti semua ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat Muslim. Tapi saya pribadi tetap yakin bahwa tidak mungkin Donald Trump akan melakukan itu karena Amerika adalah negara yang dibangun di atas dasar Konstitusi yang solid, dan dengan nilai-nilai universal yang dibanggakan. Freedom of faith and religions adalah salah satu yang menjadi dasar Konstitusi Amerika.

Apakah ada upaya antisipasi yang disiapkan para imam atau pemuka agama di AS terkait rancangan kebijakan tersebut?

Hingga saat ini belum ada kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan Donald Trump. Karena memang akan dilantik pada awal Januari tahun depan ini. Yang pasti kami sudah melakuakn berbagai langkah-langkah antisipatif, salah satunya dengan membangun huhungan yang lebih baik dan solid dengan sesama pimpinan agama. Bahkan kami sepakat mencoba mencari cara agar bisa diterima dan bertemu dengan Doanld Trump, sebelum atau setelah dilantik menjadi presiden.

Diharapakan dengan pertemuan itu kita memberikan masukan, minimal menyampaikan bagaimana perasaan sebagian besar masyarakat Amerika saat ini.

Bagaimana sesungguhnya bentuk kekhawatiran masyarakat muslim di Amerika terhadap rancangan kebijakan Trump tersebut?

Kita belum tahu akan bagaimana bentuk kebijakan Trump itu. Yang pasti akan terbit kebijakan-kebijakan yang menyempitkan pergerakan umat Islam. Boleh jadi misalnya umat Islam akan kembali dimata-matai,bahkan di rumah ibadah mereka. Boleh jadi juga akan ada upaya-upaya mempersulit bagi komunitas Muslim, misalnya membangun rumah ibadah.

Saya pribadi tidak terlalu khawatir sebenarnya dengan kebijakan Donald Trump. Yang justeru saya khawatirkan adalah masyarakat bawah yang selama ini ada rasa marah, rasa takut terhadap Islam lalu seolah mendapat otoritas untuk melampiaskan kemarahan itu.

Kalau Donald Trump mungkin pergerakannya akan dibatasi oleh Konstitusi dan institusi negara Amerika yang solid. Artinya kebijakan Donald Trump akan banyak ditentukan oleh kebijakan kolektif. Sehingga sudah pasti akan ada check and recheck dalam pemerintahan.

Seperti apa pula upaya dari para pemuka agama menenangkan warga yang gelisah dan khawatir terhadap Trump yang dinilai punya kecenderungan anti-imigran dan ant-Islam?

Ada banyak yang kita lakukan. Tentu yang pertama adalah ajakan kepada penguatan iman dan tawakkal. Toh pada tataran iman kita, tak akan ada yang bisa terjadi tanpa kuasa Tuhan.

Tapi yang paling kita intensifkan sekarang adalah membangun kedekatan dan networking dengan pihak-pihak “like-minded” (se ide) yang juga punya “keterancaman” yang sama. Hampir seluruh minoritas, bahkan mayoritas wanita merasa tidak aman dengan terpilihnya Donald Trump.

Saya senidiri selalu mengatakan bahwa diakui adanya beberapa kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap komunitas Muslim. Tapi jangan lupa, masih lebih banyak lagi teman-teman Amerika yang baik. Oleh karenanya mari kita lanjutkan proses membangun jembatan (hubungan kerjasama), bukan dinding (perpecahan).

Apakah sebelumnya—pada masa kampanye misalnya—Trump pernah melakukan audiensi dengan pemuka agama, khususnya muslim dan masyarakat Islam di sana? Seperti apa bentuknya?

Tidak sama sekali. Saya kira karena memang tim kampanye Donald Trump dari awal sudah didominasi oleh orang-orang dari kelompok “white supremacist” (kulit putih radikal”. Bahkan kelompok teroris KKK semakin berani tampil bahkan mendeklarasikan kelompoknya sebagai pendukung Donald Trump. Maka memang sukar diharapkan akan ada pertemuan itu.

Terhadap muslim atau ketakutan seperti islamopobhia bagi mayarakat Amerika, apakah jadi diperkuat dengan pernyataan Trump? Sehingga seolah melegitimasi kebencian yang selama ini sudah ada?

Islamoohobia bukan sesuatu yang baru di Amerika. Sejak dulu juga komunitas Muslim sudah dipersepsikan buruk dan mengalami kebencian dan diskriminasi. Tapi dengan kemenangan Donald Trump pihak-pihak yang selama ini sudah ada kebencian seolah mendapat otoritas untuk itu.

Artinya kalau masa lalu islamophobia itu bersifat insiden, sekarang saya khawatir menjadi sebuah institusi. Sehingga Amerika yang dikenal dengan kebebasan beragama berbalik menjadi negara anti agama tertentu (baca Islam).

Apakah masyarakat muslim di sana turut turun dalam aksi penolakan Trump?

Saya ingin mengatakan pertama kali bahwa masyarakat Muslim menerima hasil keputusan sebagian masyarakat Amerika untuk memilih Donald Trump. Itulah demokrasi. Dan kita sudah cukup dewasa dalam hal ini.

Tapi di sisi lain, mengekspresikan ketidak setujuan kita, selama masih dalam batas-batas konstitusi, juga menjadi bagian dari praktek demokrasi. Persis sikap teman-teman Muslim menyikapi pernyataan Ahok di Jakarta.

Oleh Krenanya kami akan berusaha melakukan public pressure bersama pihak-pihak yang dirugikan nantinya oleh kebijakan appaun yang akan diambil oleh Donald Trump.

Di luar semua itu, siapakah yang lebih banyak didukung oleh warga muslim dan imigran di AS saat pencalonan Presiden? Kenapa?

Kedua kandidat sesungguhnya tidak terlalu ideal di mata orang Islam. Tapi dari perspektif “least evil” Hillary tentunya jauh lebih dipilih oleh komunitas Muslim. Sehingga saya bisa katakan 99 % orang Islam di Amerika memilih Hillary. Apalagi sejarahnya memang Demokrat selalu dekat dan bersahabat dengan masyarakat Muslim.

Bagaimana juga kehidupan kaum muslim Indonesia di sana?

Baik-baik saja. Rata-rata masyarakat Indonesia adalah pekerja biasa. Dan mereka tidak banyak serta tidak aktif dalam kehidupan publik.

Apakah begitu kentara adanya ketegangan antar ras di Amerika?

Sejarahnya memang ras menjadi masalah di Amerika. Kita ingat di era 60-an di bawah pimpinan Martin Luther, Malcom X, dan lain-lain ornag hitam melakukan pemberontakan damai melawan dominasi kaum putih.

Dengan retorika dan terpilihnya Donald Trump saya khawatir akan kembali bergejolak.

Trump berencana untuk membangun benteng di Amerika yang berbatasan langsung dengan Meksiko, apakah rencana ini juga turut memicu kemarahan besar dan mengindikasikan kebencian cukup tinggi terhadap kaum iimigran?

Iya. Secara umum kaum imigran merasa terancam dengan retorika politik Donald Trump. Apalagi masyarakat Hispanic, dan Meksiko secara umum. Mereka dikata-katai sebagai kriminal (penjahat), pemerkosa, perampok, dll.

Dan Donald Trump mengancam akan mendeportasi mereka secara massif. Ini cukup meresahkan mereka.

Seperti apa upaya penanaman paham demokrasi dan penentangan gerakan ekstremisme yang anda perjuangkan di sana?

Ada banyak yang kami lakukan. Selain mendorong integrasi Muslim secara positif ke dalam mainstream masyarakat Amerika, juga kami mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi, seperti ikut memilih.

Salah satu kegiatan terpenting saya di Amerika adalah memperkenalkan wajah Islam Indonesia yang ramah melalui berbagai kegiatan dialog antar agama. Dan ini menjadi kunci pemahaman Islam yang moderat, sekaligus mengurangi tendensi radikalisme.

Seperti apa Islam moderat dan damai yang anda ajarkan kepada muslim di New York?

Intinya Islam yanh sesungguhnya. Islam yang tersenyum, bersahabat, serta membangun kerjasama. Bukan Islam yang menakutkan dan mengancam. Bukan Islam yang mengedepankan amarah dan kebencian. Tapi Islam yang ramah dan merangkul. Atau dalam bahasa Al-Qurannya Islam yang “rahmatan lil-alamin”.

 

Komentar

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Menko Hukum dan HAM Yusril : Mary Jane akan Dipindahkan ke Negara Asalnya Sebelum Natal

6 Desember 2024 - 17:15 WIB

Indonesia Narcotics Watch (INW): Indonesia Lebih dari Sekadar Darurat Narkoba, Ini Perang!

5 Desember 2024 - 22:47 WIB

BNN Tidak akan Tolerir Oknum Penegak Hukum yang Terlibat Peredaran Narkoba, Semua Harus Ditindak Tegas

5 Desember 2024 - 19:38 WIB

KPK Lelang Barang Rampasan Kasus Korupsi

5 Desember 2024 - 17:23 WIB

Polri Tangkap Ribuan Pelaku Narkoba dan Amankan Barang Bukti Senilai Rp2,88 Triliun Selama Satu Bulan

5 Desember 2024 - 17:07 WIB

GP Ansor : Penolakan Tito Polisi Dibawah Kemendagri Sebagai Langkah Tepat

4 Desember 2024 - 19:35 WIB

Trending di Nasional