Jakarta, reportasenews.com – Presiden Joko Widodo mengemukakan, dirinya akan terbang ke Istanbul, Turki, minggu depan, guna menghadiri sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI), yang agendanya membahas pernyataan sepihak Amerika Serikat (AS) terhadap kota Yerusalem.
“Kurang lebih tanggal 13 Desember ini, karena kita sudah menghubungi hampir semua negara OKI,” kata Presiden Jokowi menjawab pertanyaan wartawan usai menyampaikan pernyataan pers terkait pengakuan AS yang disampaikan Presiden Donald Trump terhadap kota Yerusalem sebagai Ibu kota Israel, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (7/12) siang.
Mengenai dampak pernyataan Presiden Trump terhadap hubungan Indonesia dan Amerika Serikat itu, Presiden menjelaskan, masih menunggu keputusan yang akan diambil dalam sidang OKI itu.
Demikian pula mengenai kemungkinan dirinya menghubungi Presiden AS Donald Trump, menurut Presiden Jokowi, akan dipertimbangkan setelah sidang OKI. “Yang paling penting sidang OKI dulu,” ujar Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, sejauh ini komunikasi di antara negara-negara OKI terkait sikap AS itu terus muncul, sehingga ada usulan dilakukannya sidang OKI pada 13 Desember mendatang.
Sebelumnya dalam pernyataan persnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak Amerika Serikat (AS) terhadap Yerusalem sebagai Ibu kota Israel, dan meminta Amerika Serikat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
“Pengakuan sepihak tersebut telah melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB yang Amerika Serikat menjadi anggota tetapnya. Ini bisa mengguncang stabilitas keamanan dunia,” kata Presiden Jokowi.
Menurut Undang-Undang KBRI 1995, kedutaan AS di Israel seharusnya dipindahkan ke Yerusalem. Namun, setiap pemimpin Amerika sejak saat itu telah melepaskan persyaratan tersebut setiap enam bulan sehubungan dengan konflik Israel-Palestina yang belum terselesaikan.
Sisi Palestina, di antara sejumlah negara Timur Tengah, telah memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat menyebabkan eskalasi konflik Israel-Palestina dan situasi yang tidak stabil di wilayah tersebut, sementara Presiden Turki Tayyip Recep Erdogan telah mengancam untuk memutuskan hubungan dengan Israel.
Kebodohan Trump memindahkan kedubes AS ke Yerusalem akan membuat pertumpahan darah baru dan sekaligus menginjak-injak kesepakatan Internasional.
Di bawah Rencana Pemisahan PBB 1947 yakni membagi Palestina antara negara-negara Yahudi dan Arab, Yerusalem diberi status khusus dan dimaksudkan untuk ditempatkan di bawah kedaulatan dan kontrol internasional. Status khusus didasarkan pada kepentingan religius Yerusalem terhadap tiga agama nabi Ibrahim.
Dalam perang tahun 1948, setelah rekomendasi PBB untuk membagi Palestina, pasukan Zionis menguasai bagian barat kota tersebut dan mendeklarasikan wilayah bagian negaranya. Sedangkan sisi Timur kota dipegang oleh Arab dalam hal ini Palestina.
Selama perang 1967, Israel merebut bagian timur Yerusalem, yang berada di bawah kendali Yordania pada saat itu, dan mulai secara efektif mencaploknya dengan memperluas hukum Israel, membawanya langsung di bawah yurisdiksinya, Israel secara terang-terangan menginjak dan melanggar hukum internasional.
Pada tahun 1980, Israel membuat “Hukum Yerusalem”, yang menyatakan bahwa “Yerusalem, lengkap dan bersatu, adalah ibu kota Israel”, dengan demikian meresmikan aneksasi Yerusalem Timur. (Hsg)