Jayapura, reportasenews.com – Sebanyak 500 orang masyarakat melakukan pemalangan di Bandar Udara Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, guna menuntut ganti rugi hak ulayat tanah, Sabtu (18/11) pagi.
Masyarakat yang mengatasnamakan dari Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yang di pimpin Anton Uropmabin, bukan hanya memalang jalan, namun melakukan aksi pembakaran ban di avron bandara, hingga akhirnya penerbangan ditiadakan sementara waktu.
Anton Uropmabin mengungkapkan, pemalangan bandara itu mereka lakukan, sebagai protes mereka kepada pemerintah atas pergantian hak ulayat tanah atas bandara ini.
“Bukan hanya itu, kami juga mempertanyakan pembagian dana desa yang tidak sesuai dengan aturan, hingga mengakibatkan beberapa pejabat dilingkungan pemda dijadikan tersangka korupsi,” ungkap Anton
Anton mencerikan, masyarakat Oksibil juga mempertanyakan sikap Bupati Pegunungan Bintang yang dalam beberapa bulan ini berkomunikasi secara intens dengan Kapolda Papua, untuk menggantikannya dari jabatan kapolres setempat.
“Kapolres mau bekerja, kenapa harus diganti. Kami mau bapak kapolres tetap bertugas dan menyelesaikan semua perkara korupsi disini,” paparnya.
Kapolres Pegunungan Bintang, AKBP Juliarman E.P. Pasaribu, ketika dikonfirmasi mengenai adanya upaya kepala daerah setempat melengserkannya dari jabatannya saat ini, enggan memberikan komentar.
“Benar untuk sementara operasi penerbangan lumpuh total disini. Namun, jangan Tanya tentang adanya upaya untuk menggantikan saya. Untuk yang itu, no comen, saya hanya mau bekerja saja disini dan mengungkap kasus-kasus besar khususnya korupsi. Jabatan itukan amanah dan masyarakat yang menilai baik dan buruknya pekerjaan saya,” paparnya
Juliarman menceritakan, satu jam setelah pemalangan, apparat TNI dan Polri bersama anggota DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang Maria Dilam serta pihak otoritas bandara air naf, sebelumnya berhasil melakukan mediasi, hingga akhirnya bandara berhasil dibuka kembali.
“Pihak bandara sendiri meminta surat jaminan keamanan dalam hal ini kepada Polri dan masyarakat yang nantinya akan di teruskan kepada Dirjen Perhubungan untuk meminta jadwal penerbangan dibuka kembali,” paparnya.
Juliarman menambahkan, pihak LMA dan masyarakat hanya mengijinkan bandara dibuka sampai pukul 15.00 WIT, setelah itu mereka akan melakukan pemalangan lagi.
“Namun, sekitar pukul 10.00 WIT, tiba-tiba 30 orang membawa membawa busur dan anak panah, kemudian bergabung dengan masyarakat, hingga akhirnya kami putuskan bandara di tutup,” pungkasnya.
Atas peristiwa ini, Juliarman menegaskan, pihaknya akan terus berkomunikasi dengan semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan ini, hingga bandara bisa kembali beroperasional.
“Kalau bandara di tutup berlarut-larut, maka semua aktivitas akan lumpuh, khususnya perekonomian, karena hanya ini satu-satunya akses transportasi di sini,” pungkasnya. ( riy)