PROBOLINGGO RN.COM – Puluhan santri dari pondok pesantren Riyadlus Sholihin, Kota Probolinggo, kembali melakukan tradisi uniknya, yakni membakar ‘sate lanjheng’. Tradisi itu dilakukan setiap hari raya Idul Adha.
Pesantren di Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan ini, secara berkelompok, di lahan kosong asrama santri, membuat tusuk sate super panjang hingga mencacah daging kurban, mereka lakukan bersama kelompoknya.
Uniknya, tusuk sate yang di buatnya sangat panjang, mulai 1 meter hingga mencapai 10 meter.
Kemudian daging yang sudah di iris kecil-kecil, ditusukkan ke tusuk sate yang ukurannya berbeda dengan sate kebanyakan.
Mereka menyebutnya tradisi sate lanjheng, yakni membuat sate dengan berukuran panjang dengan harapan mencari barokah dari sepotong daging kambing Qurban.
Menurut Jaelani, salah satu santri ia bersama 25 santri dalam kelompoknya memilih membuat sate lanjheng sepanjang 10 meter.
“Tusuk sate dengan ukuran panjang ini sudah menjadi tradisi kami setiap hari raya qurban Idul Adha. Kami memang sengaja membuat tusuk sate sepanjang 10 meter , mencari berkah,”terang Jaelani, Kamis (15/9/2016) pagi.
Pengasuh ponpes, Ustadz Iyakmul Mukdin mengatakan, tradisi membakar sate lanjheng ini merupakan tradisi turun temurun sebagai wujud kebersamaan antar santri.
“ini sudah tradisi turun temurun di pondok pesantren kami. Oleh karena itu sebagai bentuk kebersamaan sesama santri agar bisa menjalin kerjasama dalam segala hal,”katanya.
Biasanya usai menyantab sate lanjhengi, para santri kemudian menggelar acara halal-bihalal, baik antar santri maupun antar pengasuh ponpes. (Fiq)