Kombes Pol Dr Chrysnanda DL
JAKARTA, REPORTASE – Togog Tejamantri sebenarnya titisan Sang Hyang Antaga, putra Sang Hyang Wenang, saudara dari Batara Ismaya (semar) dan Batara Guru Penguasa mayapada atau jagad para dewa.
Togog ditugaskan di marcapada (dunia) untuk menjadi pemomong dan memperbaiki pada kelompok-kelompok dan kondisi yang sulit. Togog sendiri menyediakan diri sebagai keranjang sampah siap dimaki-maki, menjadi sasaran kemarahan ndoronya.
Togog, walaupun hidup dalam kelas rakyat jelata sebagai pembantu, tetap setia pada kebenaran dan kebaikan. Terus mengajarkan kebaikan dan terus berupaya melakukan perbaikan. Walaupun para ndoronya dengan kejumawaanya terang-terang menolaknya.
Tak jarang dimaki dan dilecehkan bahkan dianggap ancaman. Di mana teman-temannya harus berhati-hati dan dihasut untuk ikut memusuhinya. Togog tetap pada prinsipnya untuk terus memegang teguh kebenaran sebagai amanah Sang Hyang Wenang.
Mereformasi birokrasi indah dan mudah diucapkan, namun pelaksanaanya mungkin bisa mengalami nasib seperti apa yang Togog rasakan. Akan dianggap ancaman, dan harus diwaspadai dan hati-hati terhadap dirinya. Bisa jadi menjadi korban atau dikorbankan kaum mafia birokrasi yang terusik kesenanganya atau terganggu previlagenya.
Kebaikan dan kebenaran memang menyakitkan ketika akan ditularkan. Siapa saja yang mengatakan dan akan melakukannya akan terus dibuli, dikeroyok, dihujat, dimain-mainkan bahkan kalau perlu dimatikan hidup dan kehidupanya.
Kejam dan biadab? Ya itulah ikon reformasi, memerlukan nyali dan kerelaan berkorban seperti Togog. Siap dihujat, dilecehkan, dijadikan sasaran kemarahan bahkan dilabel sebagai ancaman.
Mereformasi birokrasi mengusik kemapanan, kejumawaan penguasa sumber daya. Yang tak sudi mendengar kata kebaikan atau perbaikan, kekuatan dan kekuasaan pokoke terus dipaksakan. (Redaksi)