CEO Batik Sawit Sm-art Batik, Miftahudin Nur Ihsan, menjadi narasumber dalam kegiatan Workshop Batik Ekologis di Hotel Dafam Pekalongan. Kegiatan ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Kemitraan melalui PMU AF Pekalongan dalam rangka mewujudkan berkembangnya batik ekologis di Kota Pekalongan. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 27-28 Mei 2024. Peserta kegiatan terdiri dari 50 orang peserta, baik dari kalangan Industri Kecil Menengah (IKM) Batik, akademisi bidang batik, maupun mahasiswa jurusan batik di Kota Pekalongan.
Pada hari pertama, diisi dengan pelatihan teknis oleh tim dari Puri Ambary. Beberapa materi yang disampaikan diantaranya desain busana, praktik desain, dan praktik drapping. Sementara hari kedua diisi oleh tim Narasa Indonesia terkait pengembangan model bisnis dan berkolaborasi dengan praktisi batik, sekaligus CEO Batik Sawit, Sm-art Batik, Miftahudin Nur Ihsan (Ihsan). Ihsan bersama tim Narasa Indonesia menyampaikan materi terkait dengan Triple Layer Business Model Canvas (TLBMC). Berbeda dengan Business Model Canvas (BMC) yang lebih mengedepankan aspek ekonomi, TLBMC mencoba memotret bisnis secara lebih detail, dengan juga memperhatikan aspek lingkungan dan aspek sosial.
Program Leader Narasa Indonesia, Devina Sandriati mengatakan bahwa TLBMC dapat menjadi modal awal peserta untuk mengembangkan batik ekologis. “TLBMC dapat menjadi modal awal pengetahuan dan pengalaman bagi pelaku usaha batik pewarna alam atau batik ekologis untuk merencanakan bisnis yang bertanggung jawab pada sosial dan lingkungan”. Devina juga menambahkan “Batik ekologis ini adalah salah satu produk batik pewarna alami yang bisa menjadi alternatif produk di tengah industri batik yang bermekaran di Pekalongan sebagai Kota Batik yang lebih ramah lingkungan”.
Materi TLBMC diawali dengan pemaparan materi oleh Ihsan, yang kemudian dilanjutkan sesi diskusi. Pada sesi pemaparan materi, Ihsan juga mengambil contoh industri batik sawit yang saat ini sedang dikembangkan melalui dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Ihsan menyampaikan bahwa batik sawit yang dikembangkan merupakan salah satu contoh industri batik ekologis, karena sudah memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Pada sisi sosial, alumni penerima beasiswa LPDP tersebut telah melibatkan 56 Ibu-Ibu pembatik di pedesaan. Sementara di aspek lingkungan, produk batik sawit yang dikembangkan juga ramah lingkungan karena menggunakan malam atau lilin batik nabati (dari sawit) yang mensubtitusi parafin dan menggunakan pewarnaan alami yang relatif lebih ramah lingkungan.
”Kami juga saat ini sedang mengembangkan batik ekologis dengan mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan. Sosialnya, tentu saja pemberdayaan Ibu-Ibu pembatik, ada 56 saat ini yang terlibat. Sementara lingkungannya, kami memakai malam sawit yang mensubtitusi parafin dan pewarnaan alam. Nanti kita bahas sebagai contoh untuk penyusunan Triple Layer Business Model Canvas,” kata lulusan terbaik konsentrasi entrepreneurship MBA UGM tersebut. Setelah penyampaian materi dan diskusi, sesi dilanjutkan dengan praktik menyusun TLBMC secara berkelompok dan diakhiri dengan presentasi dari TLBMC yang sudah dibuat.
Koordinator Lapangan Program Batik Ekologis, Nurmalita Qurani mengaku sangat bersyukur atas lancarnya kegiatan tersebut. “Kami bersyukur, kegiatan dapat berjalan lancar, peserta sangat aktif, dan tugas-tugas yang dikerjakan juga selesai dengan baik. Semoga nanti dapat diimplementasikan setelah kegiatan ini,” kata Alumni MBA UGM tersebut. Sementara itu, salah satu peserta kegiatan, Medhar Indah Palupi dari Medhar Batik juga memberikan tanggapan positif atas kegiatan ini. “Alhamdulillah kami bersyukur dapat ilmu baru, dapat membuat Triple Layer Business Model Canvas. Mentornya hebat, jelas ketika menjelaskan dan dari pelaku usaha batik juga, sehingga lebih nyata contoh-contohnya. Kami juga jadi tahu ternyata ada malam sawit dan sawit bisa dimanfaatkan di industri batik. Terima kasih untuk Mas Ihsan, Kemitraan dan Narasa Indonesia,” kata Medhar.