Oleh : Boyke Novrizon, Ketua Umum Angkatan Muda Demokat
Jakarta, Reportasenews.com – Jelang Pemilihan kepala daerah 2018 ternyata cukup memakan perhatian yang sangat serius bagi publik Indonesia, tarik menarik dukungan parpol (surat rekomendasi) kepada calon yang akan diusung dan dimajukan sebagai kepala daerah begitu jelas terjadi, walaupun kondisi politik menjelang pilkada saat ini menjadi tontonan yang cukup menarik dalam perspektif publik, namun secara pendidikan politik yang diperlihatkan/dipertontonkan dihadapan masyarakat umum perihal cabut mencabut surat dukungan/rekomendasi kepada calon yang telah ditetapkan oleh parpol terkait atas kepentingan politik tertentu tentunya sangatlah kurang baik dan tepat, sebab gaya politik seperti ini menunjukan sikap yang tidak konsisten dan dapat memunculkan hilangnya kepercayaan publik/masyarakat kepada parpol terkait.
Begitu keras dan kuatnya persaingan politik jelang pilkada 2018 yang diikuti 171 daerah di Indonesia baik Pilgub maupun Pilbub/Pilwakot yang akan bertarung saat ini tentunya tidak terlepas dari kepentingan politik atas hajat politik utama dalam menghadapi Pilpres 2019, namun sekeras kerasnya persaingan politik nasional dalam perhelatan demokrasi pilkada 2018 ini janganlah dicederai oleh praktek politik kotor dan jahat dengan mencoba membunuh karir serta kelangsungan politik bagi lawan/rival politik tertentu dengan cara – cara yang amoral dan tidak terpuji dengan menebar ancaman, teror, paksaan serta intimidasi yang dilakukan oleh partai politik tertentu (parpol penguasa) yang berkonspirasi dan dibantu oleh kekuatan lembaga negara misalnya Kepolisian, BIN, Kejaksaan dan lembaga negara lainnya.
Praktek politik jahat dan amoral tersebut menjadi cara jitu dan trending bagi parpol penguasa saat ini dengan menggunakan power kekuasaannya yang dibantu oleh pihak/kekuatan tertentu untuk menggrayangi dan mencoba merampas kekuasaan dengan cara paksa dan tak terpuji demi mempertahankan hasrat dan syahwat politiknya saat ini tentunya berujung pada perebutan kekuasaan utama dalam Pilpres 2019 nanti.
Mungkin kita belum lupa dengan perilaku intimidasi, pemaksaan, ancaman dan teror yang katanya/infonya dilakukan oleh pihak Kepolisian, BIN dan lembaga kejaksaan yang telah telah melakukan konspirasi tidak terpuji untuk kepentingan politik penguasa dan Parpol tertentu, kejadian ini dialami Gubernur Papua saudara/bapak Lukas Enembe yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat beberapa pekan lalu tentunya sangat melukai masyarakat Papua saat itu, menyakiti saudara Lukas Enembe secara pribadi dan merugikan Partai Demokrat secara Institusi dalam menghadapi persiapan dan perhelatan Pilkada Provinsi Papua, cara – cara politik jahat yang telah terapkan ini tentunya penuh bau, kotor dan amoral dalam Pilkada Papua yang sifatnya menjunjung nilai – nilai demokrasi, jujur dan keterterbukaan saat ini.
Kini cara – cara jahat, keji, kotor, bau, bejad dan penuh amoral ini coba dilakukan/dipraktekan kembali dalam menghadapi Pilkada Gubernur di Provinsi Kalimantan – Timur, kader terbaik dan Ketua DPD Kaltim Partai Demokrat saudara “Syaharie Ja’ang” yang juga menjabat sebagai Walikota Samarinda saat ini berniat maju menjadi Calon Gubernur dan telah berpasangan dengan saudara “Rizal Effendi” sebagai Walikota Balikpapan (kader GOLKAR) sebagai salah satu pasangan Calon dalam Pilkada Kaltim (tanah berjuta mineral) kembali menjadi sasaran sebagai calon korban atas perlakuan politik kotor dan jahat PDIP dengan mencoba melakukan Konspirasi politik jahat dengan melakukan praktek – praktek intimidasi, ancaman, paksaan dan teror yang memanfaatkan kekuatan negara dalam hal ini pihak Kepolisian dan Kejaksaan (lembaga hukum) dengan mencoba memaksakan Kapolda Kalimantan Timur Irjen. Pol. Drs. Sarafudin yang mau di endorrs atau dimajukan oleh PDIP untuk menjadi calon wakil gubernur berpasangan dengan saudara Syarie Jaang dengan cara – cara tidak terpuji dan jahat.
PDIP yang memiliki kepanjangan nama PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN selalu mengklaim bahwa dirinya adalah partai bersih, partai wong cilik, partai yang teguh menjunjung tinggi nilai – nilai demokrasi dalam berpolitik di-Indonesia, namun ternyata saat ini dibalik pintu rumah besar pemenangannya sedang dan telah menjalankan politik kotor dan jijik dengan menerapkan “POLITIK STANDARD GANDA” cara politik ini bisa dikatakan politik Oppurtunist, karena celotehnya dipublik seakan akan berpihak dan menjunjung tinggi demokrasi atas nama negara dan rakyatnya namun disisi lain perilaku politiknya sangat tidak terpuji dan kotor mengarah kearah sifat diktator, dengan menggunakan dan memanfaatkan pihak atau kekuatan Kepolisian juga Kejaksaan melakukan Konspirasi jahat dan penuh kelicikan dengan menebar ancaman, teror, paksaan dan intimidasi kepada kader – kader Partai Demokrat yang akan maju dalam perhelatan Pilkada 2018 nanti kepada saudara Syaharie Jaang kususnya dalam Pilgub di Provinsi Kalimantan Timur untuk merampas dan memenangkan syahwat dan birahi kekuasaan politiknya.
Jika kita membaca dan mendengarkan kata yang keluar dari ocehan Sekretaris Jenderal PDIP saudara Hasto Kristiyanto yang mencoba bersih – bersih dan melakukan klarifikasi serta pembenaran diri partainya atas perilaku serta konspirasi kotor dan jahat yang telah dilakukan kepada saudara Syaharie Jaang sebagai Calon Gubernur Provinsi Kalimantan Timur dari Partai Demokrat ini sudah terlambat karena telah terlanjur diketahui oleh masyarakat umum tentang perilaku kotor juga jahat ini, dan sekali lagi saya tekankan kepada saudara Hasto Kristiyanto yang katanya politisi dan kader hebat PDIP bahwa tidak ada keterkaitannya antara Pilkada Kaltim dengan sejarah kelam, gelap dan hitam PDIP dimasa lalu yang telah menjadi korban kekuasaan Orde Baru.
Menurut kami agar PDIP dan saudara Hasto agar jangan terlebih dahulu takut kalah dan keok bertanding, silahkan dan mari kita bersaing dalam suasana politik yang dinamis juga humanis secara Gentle dan Kesatria dengan menerapkan dan menjalankan cara – cara berpolitik yang berintelektual tinggi, demokrasi, adil, beretika dan mengedepankan kejujuran, memiliki komitmen tinggi serta menjaga konstitusi secara baik juga benar dalam perhelatan politik Nasional maupun Daerah, baik itu dalam Pilkada 2018 juga dalam perhelatan Nasional di-Pilpres 2019 nanti, mari kita tinggalkan cara – cara lama yang tidak terpuji dan kotor yang telah dilakukan Rezim Orde Baru saat dulu berkuasa, mari bungkus rapi dan buang jauh – jauh cara kotor ini agar dikemudian hari cara kotor ini tidak dipraktekan kembali pada masa – masa mendatang, sebab malu kita sama masyarakat Indonesia dan mari berkaca apabila diri dan langkah politik kita selalu menjadi salah dengan dilumuri dengan jemari dan tangan – tangan kotor dan jahat untuk menggapai kekuasaan dan politik didalam suasana demokrasi yang saat ini sangat dijunjung tinggi oleh dunia, negara dan rakyat Indonesia.
Wariskanlah kepada para kader, adik dan anak – anak kita dikemudian hari dengan cerita dan sejarah politik yang indah dan terpuji, yang dapat menjadi kebanggaan serta contoh tauladan dikemudian hari, bukanlah malah menjadi contoh atas perlakuan berpolitik buruk juga kotor yang dilakukan dengan sengaja dan bangga.
“Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukan saat ia kalah, tetapi ia tau apa yang harus dilakukan atas kemenangan,
Seorang pemenang tak berbicara apa yang akan dilakukan saat ia menang, tetapi tau apa yang harus dilakukan saat ia kalah”
(Eric Berne)