Inggris, reportasenews.com – Otoritas Inggris Kantor Komisioner Informasi menggerebek kantor Cambridge Analytica, sebuah perusahaan data pemilu yang dituduh bermitra dengan sebuah aplikasi untuk mengambil keuntungan data pengguna Facebook dan mencuri 50 juta data pengguna.
Hakim Pengadilan Tinggi memberikan surat perintah untuk melakukan grebekan besar-besaran dikantor yang dibuat oleh Steve Bannon kepala Timses Capres Donald Trump.
Penyidik membutuhkan waktu sekitar tujuh jam untuk menyisir kantor perusahaan, pada pukul 3 pagi waktu setempat, dan belum merilis hasil temuan. Mnurut media Guardian, sebuah tim yang terdiri dari sekitar 18 peneliti terlihat masuk ke kantor pusat perusahaan London, “dipimpin oleh seorang wanita yang memegang selembar kertas yang tampaknya merupakan surat perintah.”
Pihak berwenang mencari hubungan erat antara Cambridge Analytica, perusahaan induk SCL Group, dan peneliti Universitas Cambridge Aleksandr Kogan, yang memakai aplikasi pembajak bernama “thisisyourdigitallife” yang diduga memanen 50 juta akun Facebook secara ilegal.
Aplikasi Kogan mampu mengumpulkan data pada teman-teman Facebook dan telah diunduh oleh sekitar 270.000 orang, ini jelas secara resmi melanggar kebijakan Facebook, tetapi juga meupakan sejarah kelam pelanggaran privasi media sosial raksasa.
Disebutkan juga para peneliti berusaha untuk menentukan apakah data tetap dalam tangan Cambridge Analytica meskipun ada anggapan bahwa data telah dihapus.
“Kami sekarang akan menilai dan mempertimbangkan bukti sebelum memutuskan langkah selanjutnya dan sampai pada kesimpulan,” kata juru bicara ICO kepada Guardian. “… Ini hanya satu bagian dari penyelidikan yang lebih besar dalam penggunaan data pribadi dan analitik, untuk tujuan politik.”
Bos Cambridge Analytica, Alexander Nix, awal pekan ini setelah video bocor tentang dia menyombongkan diri kepada reporter Channel 4 bahwa taktik yang digunakan oleh stafnya selama pemilu dapat mencakup penyuapan, pemerasan, dan pekerjaan seks.
Kepala pelaksana Cambridge Analytica, Alexander Tayler bersikeras bahwa setiap data yang diterima perusahaan telah dihapus dan tidak digunakan dalam pekerjaan berikutnya pada kampanye lain setelah pemilu capres Donald Trump 2016.
Nix berulang kali bersikeras bahwa Cambridge Analytica tidak melakukan pekerjaan dibayar atau tidak dibayar terkait dengan kampanye Brexit, yang berakhir dengan keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa.
Pada hari Jumat, mantan direktur pengembangan bisnis, Brittany Kaiser, mengatakan bahwa Cambridge Analytica sebenarnya telah melakukan beberapa kontrak minggu kerja untuk menggarap sebuah gerakan disebut “Leave.EU”.
Bisnis data pengguna medsos untuk kepentingan pemilu tampaknya menjadi meledak setelah kasus Cambridge Analytica itu. Ratusan juta data pengguna itu dipakai untuk membuat cara memecah belah masyarakat dan menggarap sisi emosional massa agar tanpa disadari dikendalikan untuk kepentingan politik tertentu. (Hsg)