Jakarta Reportasenews – Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Kementrian Keuangan (Kemenkeu) sebagai Tergugat I dan Bank Indonesia sebagai Tergugat II kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/06/2024).
Sidang kedelapan merupakan sidang mediasi tahap 2 dimana para tergugat akan memberikan jawaban atas resume dari penggugat terkait keberadaan jaminan lahan 452 hektar yang hilang selama 27 tahun.
Melalui kuasa kukumnya, Asep, BI sebagai tergugat II telah memberikan jawawaban dan mengaku telah menyerahkan jaminan ke Kemenkeu (BPPN).
“Kami sudah menyerahkan jaminan lahan ke Kemenkeu dengan bukti-bukti dokumen yang ada, harusnya kami bukan pihak yang dituntut,” jelas Asep.
Kontradiktif dengan pengakuan Kepala KPKNL Jakarta I (Kemenkeu) sebagai Tergugat I. Dalam suratnya kepada penggugat mengaku tidak menerima penyerahan jaminan. Sebagai tergugat I, KPKNL juga belum menjawab resume dari penggugat dengan berbagai alasan.
“Baru hari ini kami menerima resume mediasi dari penggugat, saya hadir mewakili kuasa hukum PIC (Person in Charge) atau penanggung jawab perkara ini, karena yang bersangkutan sedang ke luar kota”. Alasan Ikko sebagai anggota tim kuasa hukum tergugat I.
Kuasa hukum penggugat, I Made Parwata, menyesalkan pihak Kemenkeu yang pada sidang mediasi ini belum menerima resume dan mengirim tim kuasa hukum baru sehingga menghambat agenda mediasi.
“Tergugat II sudah memberikan jawaban resume, Tergugat I (Kemenkeu) mengirim tim kuasa baru yang mengaku belum menerima resume. Sekarang mereka minta lagi waktu dua minggu untuk mejawab resume kami yang sebenarnya sangat sederhana sekali. Apabila Tergugat I tidak juga menjawab, kami sepakat mediasi gagal dan perkara akan dilanjutkan”, tegas Parwata.
Andri Tedjadharma, salah satu pemegang saham Bank Centris terpaksa menggugat Kemenkeu dan Bank Indonesia karena saat ini semua harta pribadi dan keluarganya disita oleh KPKNL sebagai kepanjangan tangan Kemenkeu. Sementara jaminan yang diserahkan Bank Centris ke BI tidak pernah diperhitungkan bahkan tidak diketahui keberadaannya.
“Dalam perjanjian jual beli akte 46, kami sudah serahkan promes nasabah sebesar 492 miliar rupiah dan jaminan lahan 452 ha ke Bank Indonesia tapi terbukti BI tidak mengkreditkan uang yang diperjanjikan ke rekening Bank Centris. BI justru menjual promes nasabah Centris yang tidak boleh ditagih oleh BI karena Centris telah memberikan jaminan sesuai pasal 3 akta 46 tapi BI menjual ke BPPN (Kemenkeu) menerima pembayaran dengan surat hutang sebesar 629 miliar. Kemenkeu kemudian menjual semua aset Bank centris tanpa pernah ada laporan ke kami. Bahkan harta pribadi dan keluarga yang tidak ada kaitannya dengan Bank centris ikut dirampas. Atas kekejian tersebut saya gugat mereka agar masyarakat tau bahwa pemerintah tidak selalu benar.” Ujar Andri kesal.
Mirisnya lagi, meski perkara 171/Pdt.G/PN.JKT.PST sedang berjalan, KPKNL terus melakukan penyitaan-penyitaan dan lelang terhadap harta pribadi sementara aset yang sudah jelas dijadikan jaminan tidak pernah disita dan diperhitungkan.
“saya sedih dengan carut marut penegakan hukum yang dipertontonkan aparat pemerintah khususnya dalam kasus Centris. Upaya mencari jalan keluar tidak pernah mereka tanggapi tapi terus menerus merampas. Kasihan generasi mendatang, budi pekerti bukan lagi menjadi pegangan semua menjadi serigala bagi sesamanya”, tutup Andri miris melihat apa yang terjadi dengan penegakan hukum saat ini.(dik)