Madiun, reportasenews.com – Pengerjaan proyek irigasi tersier Hippa (Himpunan Petani Pemakai Air) Desa Nglanduk, Kecamatan Wungu, Madiun, saat ini sengaja dikerjakan secara ngebut. Itu dilakukan untuk mengejar waktu, agar tidak keduluan hujan yang memungkinkan merusak bangunan maupun pola tanam petani.
Sejak dikerjakan dua minggu lalu, hingga saat ini proses pengerjaan fisik telah mencapai 80%. Percepatan pembangunan, dengan tetap memperhatikan kualitas bangunan, lantaran prosesnya ‘digerudug’ 25 pekerja lokal dengan 5 tukang diantaranya.
Hal Itu disampaikan Kepala Desa Nglanduk, Sumarianto, kepada jurnalis, saat dia berada di lokasi untuk memantau proyek tersebut, Jumat (11/10/2024). “Iya, memang sengaja kami kebut pengerjaannya. Itu untuk mengejar waktu, agar tidak kedahuluan hujan,” katanya.
Diperkirakan, bilangnya, proyek dengan sumber dana APBN Tahun 2024 melalui Kementerian PUPR sebesar Rp. 170 juta itu, akan rampung total dikerjakan dua minggu ke depan.
Jika telah rampung dan siap difungsikan, sambungnya, saluran tersebut akan mengairi area persawahan seluas 160 hektar milik petani setempat.
Dengan begitu, sambungnya lagi, ketahanan pangan di wilayahnya diharapkan dapat terkondisikan. Pada gilirannya, kesejahteraan petani sebagai produsen pangan dapat meningkat lebih menyenangkan.
“Yang kami lakukan memang semata untuk menopang kebutuhan dasar petani. Yakni kebutuhan air untuk cocok tanam. Karena air itu utama, maka pembangunan saluran tersier ini menjadi skala prioritas kebijakan kami,” terang Sumarianto.
Diakuinya, dari sekian titik saluran irigasi yang sudah terbangun permanen, di wilayahnya masih terdapat kurang lebih 25 persen yang belum tersentuh saluran serupa. Pemerintah desa setempat berusaha secepatnya merealisasikan kekurangan, sehingga di desa itu nihil petani yang kesulitan air.
Menyangkut spesifikasi fisik bangunan, rinci Sumarianto, irigasi itu memiliki panjang 315 meter dengan model dinding kiri kanan. Memiliki kedalaman 50 cm, bibir atas 60 cm, lantai dasar 45 cm dan ketebalan dinding kiri dan kanan masing-masing 30 cm.
Disampaikan Sumarianto, model pembayaran yang diterimanya tidak langsung total tunai. Melainkan dibagi menjadi 3 termin, yang masing-masing termin dengan besaran 35% untuk termin pertama dan kedua. Serta 30% untuk termin terakhir (termin 3).
“Kami baru memperoleh termin pertama senilai Rp. 60 juta. Kedua dan ketiga belum. Padahal bangunan sudah 80%. Jadi kami memang tekor dulu. Tapi tak mengapa, ini kan demi warga kami. Demi para petani kami,” ucap bijaknya. (fin)