Jakarta, reportasenews.com – Kehadiran internet khususnya sosial media dapat mempermudah para pengguna untuk saling berkomunikasi dan menyampaikan pesan. Namun, di dalam pelaksanaan pengguna harus bijak menggunakan sehingga tidak melakukan penyelewengan berujung tindak pidana.
Sebagai upaya memberikan pemberitahuan kepada masyarakat mengenai penggunaan sosial media, Pokja (kelompok kerja) Wartawan Polda Metro Jaya menggelar acara diskusi bulanan bertema “Bijaksana Menggunakan Sosial Media Dalam Bingkai NKRI”.
Acara diskusi itu diisi oleh pemateri, Kanit V Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Purnomo Hadi Suseno, Praktisi Hukum Kamaruddin Simanjuntak, dan Ahli IT Ruby Alamsyah. Acara dibuka oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono.
Setiap hari, Jajaran Polda Metro Jaya menerima laporan sebanyak lima sampai enam kasus di bidang Informasi dan Teknologi (IT), seperti ujaran kebencian atau hate speech. Apabila lima kasus ditangani maka ada 150 kasus per bulan. Padahal penanganan kasus itu sulit diselesaikan.
“Dunia maya itu tidak gampang menyelesaikan, satu kasus bisa satu bulan. Melacaknya tidak gampang, harus pelan-pelan. Waktu itu dibutuhkan sarana, dan SDM. Yang penting polisi tetap berupaya menyelesaikan laporan yang dilakukan oleh kepolisian,” tutur Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, kepada wartawan, Rabu (31/5/2017).
Menurut pengamatan Ahli IT Ruby Alamsyah, ujaran kebencian semakin hari berkembang dan tersebar luas di masyarakat. Sebab, internet sudah menyentuh segala lapisan. Ini dirasakan sebagai sebuah media yang lebih masif dan lebih cepat.
Hampir 140 juta internet dapat digunakan secara acak di Indonesia. 80 juta diantaranya menggunakan handphone yang terkoneksi dengan Wifi dan sim card prabayar.
“Saking banyaknya hate speech kepolisian akan kewalahan karena unit Siber Crime masih sedikit. Tantangannya di penegak hukum, per bulan saja ada 150 kasus. Saya yakin itu tidak bakal ditangani dengan optimal karena terlalu banyak,” tutur Ruby.
Selain hate speech, kata dia, kejahatan di bidang IT itu, seperti peretasan situs-situs pemerintah. Namun, dia mengakui aparat kepolisian Indonesia masih sulit menangani karena keterbatasan personil, alat, serta waktu. Ke depan, diharapkan adanya Badan Siber Nasional dapat menangani kasus ini.
“Dari semua alasan tadi jadilah hate speech dan hal-hal yang menggunakan internet ini terasa aman karena jarang tersentuh penegak hukum. Tetapi, kami apresiasi polri melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus hate speech di media sosial,” ujar Ruby.
Meskipun kesulitan mengusut kasus di bidang IT, namun, praktisi Hukum Kamaruddin Simanjuntak, menilai, aparat kepolisian dapat menjerat para pelaku pelanggaran. Ketentuan itu ada di KUHP dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diperbaharui dengan UU Nomor 19 Tahun 2016.
Dia menjelaskan, sebelum ada UU ITE hate speech itu bersifat delik aduan. Artinya, apabila ada laporan baru aparat kepolisian menangani kasus tersebut. Namun, setelah keluarnya UU ITE, maka hate speech berubah menjadi delik formil.
“Jadi dilakukan saja sudah bisa ditangani. Hate speech adalah perkataan perilaku yang dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan,” kata Kamaruddin.
Kanit V Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKBP Purnomo Hadi Suseno, menegaskan pihaknya akan melakukan penegakan hukum kepada pelaku pelanggaran.
Diantaranya, pemilik akun Instagram, Muslim_Cyber1 yang memposting foto Kapolri disandingkan dengan Imam Bonjol dengan caption jenderal, tapi tidak berani menindak kaum kafir.
Pelaku mengedit foto Jokowi seolah-olah ada tanduknya di Facebook. Lalu, ARP, pelaku memandang bom Kampung Melayu sebagai rekayasa di media sosial. Walaupun, dia sudah meminta maaf, tetapi tetap diproses.
“Di sosmed, kita harus bijak, jangan saling menghujat, saling berkomentar tidak berdasar, karena di sosmed bisa dilihat siapa saja. Kita juga melakukan penegakan hukum dengan computer crime, seperti ketika terjadi ransomware kemarin, jadi tidak cuman hate speech saja, pemerasan dan penipuan via komputer,” tambah Purnomo. (Bams)