Jepang, reportasenews.com: Fuji Film nyaris bangkrut dibawad ini. Selama sekian dekade, Fuji Film dikenal luas sebagai pabrik pembuat film fotografi kualitas tinggi, namun sejak badai fotografi digital menyerbu pasar, maka divisi pembuat film celluloid merekapun ikut gulung tikar.
Perubahan jaman akhirnya memaksa Shigetaka Komori, CEO di Fuji Film untuk segera banting stir agar Fuji Film tidak gulung tikar selamanya seperti nasib Kodak. Fuji Film melakukan pemangkasan besar-besaran dan kemudian berubah memproduksi peralatan kosmetik dan kesehatan.
Shigetaka Komori merapihkan Fuji Film dititik paling rendah perusahaan itu dengan memangkas biaya $ 500 juta. Sekitar 5000 karyawan juga dirumahkan akibat kerugian perusahaan.
Divisi kosmetik dan kesehatan Fuji Film lantas sukses menghasilkan $ 3,4 miliar keuntungan tiap tahunnya. Bahkan produk kosmetik mereka lebih laku dibandingkan divisi film celluloid yang sebetulnya masih beroprasi tapi dengan napas megap-megap.
Fuji Film didirikan tahun 1964, dia menjadi pemain raksasa dalam dunia fotografi dan menjadi lawan kuat Kodak Film Amerika. Pada tahun 1988, perusahaan ini merilis pertama kamera digital FUJIX DS- 1P. Kamera ini bisa menyimpan 10 shot foto digital di 1 megapixel, dan harga jualnya mahal $ 10.000.
Shigetaka Komori menjelaskan: “Jika kita tidak akan melakukannya, orang lain akan melakukan. Itulah mengapa saya memutuskan kita harus masuk keranah foto digital dan menjadi pemain didunia digital”. Produk Fuji itu dipakai hanya dikalangan profesional.
Komori mengatakan: “Pada awalnya saya pikir bahwa industri film warna tidak akan menghilang dengan mudah, tapi ternyata teknologi digital mencuri semua itu dalam sekejap.”
Banyak orang awam bingung dengan keputusan Fuji Film masuk keindustri kosmetik. Apa hubungan antara teknologi film fotografi lantas diubah menjadi industri kosmetik?
Ternyata ada jawabannya. Selama puluhan tahun, Fuji Film telah melakukan riset mengumpulkan 20.000 jenis bahan kimiwai yang berhubungan dengan masalah visualisasi dan warna. Bahan inilah yang kemudian diaplikasikan untuk industri kecantikan dan ternyata sukses besar.
Saat ini, divisi Film foto, yang dimasa silam pernah menyumbang 70 persen dari keuntungan perusahaan, sekarang hanya mewakili kurang dari 1 persen keuntungan. Tapi mengapa Fuji Film masih membuka divisi fotonya ?
Komori mengatakan bahwa perusahaan akan selalu melindungi budaya fotografi agar tetap hidup. “Budaya foto adalah salah satu yang membuat manusia tidak bisa lepas dari itu,” katanya.
“Kami tidak membuat uang dari fotogragi analog, tapi kami masih terus membuat film berwarna. Tidak peduli bagaimana nanti, kita tidak akan menyingkirkan fotografi. ” (HSG)