Jakarta, reportasenews.com-Sampah plastik terus menjadi tekanan yang sulit dihindari bagi industri pariwisata maritim di Kepulauan Seribu, Jakarta.
Warga Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pramuka yang sejak satu dasawarsa ini menggantungkan hidupnya dari industri wisata maritim, mulai merasakan dampak sampah-sampah plastik yang menutupi terumbu karang.
Pemandangan bawah air yang menjadi destinasi wisata selam, cenderung kotor dan tidak enak dilihat lagi.
“Menyelam kan wisata yang mengandalkan pemandangan keanekaragaman terumbu karang sehat, namun jika sampah masih banyak bagaimana wisata ini menarik minat lagi, ” kata Kiki Murdyatmoko, pelaku industri wisata selam di Pulau Pramuka, kepada reportasenews.com, Sabtu (25/2).
Sampah yang berada di sekitar lokasi penyelaman di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, banyak yang berupa kiriman dari arus laut daratan Jakarta. Selain itu juga, sampah dihasilkan oleh masyarakat kepulauan ini yang masih belum terbangun kesadarannya menolak menggunakan kemasan sampah plastik, dan mengelola limbah sampah.

Aktivis Divers Clean Up, Swetenia Puspa Lestari dalam penelitiannya mengenai sampah di Kelurahan Pulau Panggang menemukan pergerakan sampah masih banyak warga disini yang membuang sampah ke laut.
Kiki bersama Persatuan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUSI), Pemkab Kep. Seribu dan 25 aktivis penyelam Divers Clean Up, mengadakan bersih sampah bawah air.
Kegiatan yang mendukung Hari Peduli Sampah Nasional, berhasil mengumpulkan sampah beraneka ragam.
Sampah plastik PET (botol plastik air mineral), plastik poster bekas kampanye pilkada, kaleng minuman, residu, accu mobil, plastik kemasan menjadi sampah yang paling banyak dipungut dari bawah air.
Jumlah sampah yang diambil hari ini mencapai hampir 100 kg.
Sampah-sampah plastik ini tidak terurai dan merusak ekosistem bawah air.
Aktivis Divers Clean Up, Swetenia Puspa Lestari dalam penelitiannya mengenai sampah di Kelurahan Pulau Panggang menemukan pergerakan sampah masih banyak warga disini yang membuang sampah ke laut.
“Tadinya warga menyalahkan sampah dari arus Jakarta, tetapi karena disini tidak ada incenarator sampah yang berfungsi baik. Jadi mereka apatis dengan pembuangan sampah tetap ke laut, karena sampah yang dulu pernah dikumpulkan ternyata tidak diolah oleh pemerintah Kabupaten Pulau Seriubu ” jelas sarjana lulusan teknik lingkungan ITB.
Wisatawan juga masih belum terbangun kesadarannya membuang sampah. Di sekitar dermaga tempat kapal bersandar, jumlah sampah plastik Tolak Angin paling sering dijumpai dalam jumlah banyak setelah kunjungan wisata tiap akhir pekan. (tat)