PEKALONGAN, REPORTASE – Ditengah harga cabai yang semakin meroket naik Rp 55 Ribu – Rp 60 Ribu perkilo di pasar tradisional Pekalongan, Jawa Tengah, tidak membuat untung para petani. Bahkan, dalam panen cabai kali ini, petani justru merugi hingga ratusan juta rupiah.
Hasil panen petani di musim kemarau basah ini, turun drastis hingga 50 persen. Tanaman cabai merah, banyak yang mati kering, akibat terserang penyakit kuning dan petek.
“Biasanya dilahan saya ini, panen bisa lebih dari 8 ton. Tapi karena cuaca kemarau basah ini menjadi turun, hanya 3 ton saja,” Kata Mundiah (53), seorang petani cabai warga Kesesi, Kabupaten, Pekalongan.
Mundiah, bersama kelompok tani lainnya di Kesesi ini, kini hanya bisa pasrah. Luas lahan 6 hektar, yang sedianya digadang-gadang akan panen, sebagian besar tanaman cabai justru kering, dan buahnya membusuk.
Kendati harga cabai mencapai angka Rp 60 Ribu, namun petani cabai ini hanya menjual Rp 25 Ribu-Rp 30 ribu perkilonya pada para pengepul.
“Biasanya kita jual ke pengepul. Dengan menjual ke mereka, kita bisa memulai musim tanam kembali, dengan meminjam uang mereka,” Jelasnya.
Menurut para petani cabai, tingginya harga cabai, akibat hasil panen kali ini yang turun.
“Hampir semua petani cabai panennya tidak memuaskan, karena pengaruh iklim kali ini,” Tambah Nuryanto (38).
Akibat penurunan hasil panen ini, dipastikan para petani merugi.
“Kalau dihitung-hitung, yang semula akan dapat ratusan juta kini hanya puluhan juta. Itupun untuk menutup biaya produksi selama ini,” jelasnya.
Sementara itu, kenaikan harga cabai di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Pekalongan, terus merangkak naik. Di pasar induk Kajen dan Kesesi, misalnya.
Untuk cabai rawit merah, dalam tiga pekan ini tembus Rp 55 Ribu – Rp 60 Ribu perkilonya dari harga sebelumnya hanya Rp 25 Ribu. Harga cabai merah yang sebelumnya Rp 25 Ribu, kini menjadi Rp 50 Ribu perkilonya.
Kenaikan harga cabai yang hingga saat ini, tidak kunjung turun, membuat daya beli warga menurun. Para ibu rumah tangga, terpaksa mengatur belanja mereka dengan mengurangi belanja cabai.
“Ya, sebelumnya yang biasanya beli seperempat kilo, karena harga cabai mahal, saat ini, hanya satu ons saja,” Ujar Yanti (32), warga Kesesi.
Penurunan daya beli masyarakat ini, juga dikeluhkan oleh para pedagang sayur di pasar tradisional. dengan daya beli menurun, membuat para pedagang ikut-ikutan melakukan penghematan saat belanja, mengingat sayuran akan mudah busuk, bila tidak langsung terjual.
Farah (30) pedagang sayur di pasar induk, menjelaskan, dirinya sebagai pedagang sayur, tidak berani membeli sayuran ke pengepul terlalu banyak.
“Kalau seperti cabai, kan mudah membusuk, jadi beli tidak terlalu banyak, karena daya beli pelanggan di pasar juga menurun,†katanya.
Warga berharap, pihak pemerintah terkait untuk ikut camur dalam megendalikan harga cabai yang semakin meroket ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pekalongan, Teguh Isdaryanto, tidak bisa berbuat banyak, terkait kenaikan harga cabai.
“Kenaikan harga cabai itu kan terjadi diseluruh daerah. Memang kenaikan agak signifikan. Tadi dari beberapa informasi yang didapat, memang daerah-daerah produksi, produksinya turun, karena cuaca. Tahun ini kebetulan kemarau basah, ini yang mempengaruhi,” bebernya.
Pihaknya sendiri mengaku tidak bisa berbuat banyak, hanya melakukan pemantauan harga.
“Kenaikan harga masih diambang batas kewajaran seperti didaerah-daerah lainnya,” katanya.
Untuk Antisipasi dari pemerintah sendiri hanya bisanya menghimbau untuk menggalakan tanaman, cabai.
“Jangan sampai kita kekurangan sayur. Dimanapun kita galakan tanam cabai, termasuk di lingkungan rumah-rumah,” pungkasnya. (RB)