Pekalongan, reportasenews.com – Meski harga cabai dipasaran melambung hingga menembus angka Rp 100.000/kg, namun hal itu ternyata tak bisa dinikmati oleh para petani cabai.
Para petani cabai di Pekalongan, Jawa Tengah, justru tidak bisa menikmati pedasnya cabai yang kini harganya melambung tinggi. Bahkan, ditingkat petani harga cabai justru mengalami penurunan dari Rp 30 Ribu, turun menjadi Rp 15 Ribu perkilonya untuk cabai merah.
Panen cabai merah di kawasan lahan pertanian di Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Pekalongan ini misalnya. Para petani justru mengeluhkan anjlognya harga cabai saat panen kali ini. selain itu, tidak sedikit hasil panen cabai yang mengecewakan, akibat terserangnya hama di buah cabai.
“Tidak tau salahnya dimana, Mas. Harga cabai di pasaran tinggi, kami malah anjlog banyak,†Kata Kadul (49), petani cabai setempat.
Kadul yang memiliki lahan sekitar 7 hektar yang tersebar hingga sampai Desa Kebandaran, Kecamatan Bodeh, Pemalang ini, mengaku hasil panen kali ini kurang memuaskan. Lebih-lebih akibat cuaca buruk, dan banyaknya hama penyakit yang menyerang cabainya, membuat biaya membengkak. Satu hektar lahan pertanian cabai, menurutnya dibutuhkan biaya Rp 40 jutaan.
“Belum ditambah semprotan untuk menggusir hama-hama penyakit, seperti hama petek atau kuning,†katanya.
Menurutnya, harga cabai dikalangan petani dengan pengepul saat ini, anjlog drastis.
“Harga turun, separoh sendiri. Tidak tau penyebabnya. Padahal, cabai-cabai jelek sudah kami sortirkarena tidak laku,†tambahnya.
Untuk saat ini, petani cabai hanya bisa menjual panen cabainya ke pengepul dengan harga maksimal Rp 16 Ribu perkilonya untuk cabai merah. Padahal, sebelumnya mencapai Rp 30 Ribu bahkan sampai angka Rp 35 Ribu perkilonya. Sedangkan untuk jenis cabai cabai rawit saat ini harga jual ke pengepul Rp 30 Ribu.
“Kataya harga cabai di pasaran naik sampai seratus ribu, nyatanya kami tidak bisa menikmatinya,†keluhnya.
Turunnya harga cabai di tingkat petani dan pengepul ini, membuat para petani kecewa. Pasalnya harga cabai di pasaran justru meningkat. Padahal, biaya produksi tanam cabai di tahun kemarau basah kali ini cukup membengkak, akibat diserangnya buah dan tanaman cabai oleh beberapa hama.
Akibat diserang hama inilah, panen menurun. jika hari hari normal untuk 1 hektar lahan tanaman cabai bisa menghasilkan sampai 3 ton setiap kali panen, namun untuk sekarang ini hanya bisa mengasilkan 1,5 ton saja.
“Harga cabai di pasaran tidak perngaruh. Ya dari sananya sih mas, petani tidak mengerti. Diambil dari pengepul,†jelasnya.
Biasanya cabai-cabai dari lahan pertaniannya dikirim ke luar kota seperti Jakarta dan Bandung.
Sayangnya, salah satu pengepul yang kebetulan melakukan transaksi dengan para petani cabai setempat, menolak untuk diwawancarai. “Saya hanya suruhan bos Mas. jadi saya tidak tau soal itu. tugas saya hanya ambil barang (cabai),” katanya.
Sementara itu, harga cabai di sejumlah pasar tradisional dalam pantauan merangkak naik. Untuk jenis cabai rawit saat ini menembus angka Rp 120 Ribu perkilonya, dari harga sebelumnya yang hanya Rp 50 Ribu perkilonya.
Daryati (46), salah seorang pedagang di Pasar Induk Kajen, mengakui kenaikan harga cabai tersebut, terjadi dalam sepekan terahir ini. Namun, kenaikan yang cukup tajam, terjadi sejak tiga hari yang lalu.
“Sudah dari sananya naik mas. Kita sebagai pedagang juga serba salah. Harga naik, pembeli sepi,†jelasnya.
Akibat kenaikan tersebut, pendapatan sebagai pedagang justru berkurang hingga 30 persen akibat daya beli warga menurun. Sebelumnya dalam sehari dirinya bisa menghabiskan 5 kg cabai rawit. Namun karena mahalnya harga cabai kini dirinya hanya mampu menjual separohnya.
“Kita sebagai pedagang tidak berani kulakan banyak. Takut busuk karena tidak laku†tambahnya.
Begitu juga dengan para langganannya. Ning Setyowati (36) terpaksa melakukan pemangkasan belanja cabai, untuk penghematan.
“Saat ini harga-harga naik, apalagi jarga cabai. Ya, kita sementara ini, memilih untuk tidak masak yang pedas-pedas dulu. Biar hemat,†katanya. (RB)