Blitar, reportasenews.com – Anggaran Kesehatan di Indonesia, dinilai masih sangat rawan terhadap terjadinya korupsi. Titik rawan, terjadi pada dua sektor, yaitu pengadaan alat kesehatan dan jaminan kesehatan.
Pengadaan alat kesehatan rawan, karena memiliki nilai anggaran yang tinggi dan memiliki spesifikasi teknis yang tidak biasa. Sementara, Jaminan kesehatan juga rawan dikorupsi, karena meningkatnya anggaran kesehatan untuk jaminan kesehatan pasca diberlakukannya program jaminan kesehatan nasional(JKN).
Kondisi ini, mendorong Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Blitar, melakukan investigasi terkait pelaksanaan program kesehatan. Hasil selama periode 2013 sampai 2015, diketemukan 219 kasus dan 519 tersangka yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 890,1 miliar dengan nilai suap sebesar Rp 1,6 miliar.
Wana Alamsyah, Staf Divisi Investigasi Indonesia Coruption Watch (ICW) mengatakan, tingginya kasus korupsi yang tejadi, sebelum penerapan e-katalog untuk PBJ (pengadaan barang/jasa) sektor kesehatan terutama alat kesehatan(alkes) dan obat-obatan.
E-katalog diduga menjadi penyebab berkurangnya korupsi alkes dan obat-obatan karena harganya sudah ditetapkan dalam e-katalog tersebut. Namun demikian, terhadap alkes dan obat tertentu yang belum masuk dalam daftar e-katalog masih tetap rawan dikorupsi.
“Dana Alkes merupakan dana paling banyak dikorupsi yaitu 107 kasus dengan nilai Rp 543 miliar”, kata Wana Alamsyah, dalam Media Briefing Pemetaan Potensial Fraud dalam Implementasi BPJS Kesehatan Kabupaten dan Kota Blitar di markas KRPK, Kelurahan Bendogerit, kota Blitar, Senin (11/9).
Lebih lanjut Wana Alamsyah menjelaskan, ada pergeseran obyek korupsi kesehatan dimana dana obat-obatan mengalami penurunan peringkat yaitu menjadi peringkat keempat.
“Korupsi pengadaan obat berada pada posisi kedua setelah alkes. Hal ini diduga karena penerapan e-katalog dalam pengadaan obat”, jelasnya.
Menurut Wana Alamsyah, justru yang mengalami kenaikan peringkat obyek korupsi adalah dana jaminan kesehatan. Seperti dana BPJS Kesehatan dan dana jaminan kesehatan lainnya.
“Pemantauan kami, sebelumnya periode 2009-2013 dana jaminan kesehatan tidak menjadi obyek korupsi terbanyak. Namun setelah penerapan BPJS Kesehatan, korupsi dana jaminan kesehatan diduga semakin banyak”, ungkap Wana Alamsyah.
Wana Alamsyah menambahkan, ada lima lembaga terbanyak tempat terjadi korupsi yaitu, dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota. Rumah sakit juga menjadi tempat terjadi korupsi terutama korupsi pengadaan alkes dan obat.
“Tingginya korupsi kesehatan ditingkat Dinas Kesehatan disebabkan karena PBJ dan pembangunan infrastruktur kesehatan berada dalam pengelolaan lembaga ini. Sedangkan banyaknya rumah sakit menjadi tempat korupsi karena bantuan pengadaan alkes dan obat-obatan dilakukan oleh pihak rumah sakit sendiri,” pungkasnya.(yos)