JAKARTA RN.COM – Masyarakat Indonesia umumnya memegang teguh adat ketimuran, namun ternyata sebagain diantaranya memiliki kegemaran yang sangat tinggi akan pornografi.
Dalam catatan Kementerian Sosial sepanjang tahun2014-2015 belanja pornografi mencapai 50 Triliun Rupiah. Kegemaran sebagian masyarakat terhadap pornografi ini seakan meluluh lantakkan norma agama, adat dan budaya ketimurannya.
Seksolog kenamaan Indonesia Zoya Amirin, mengungkapkan pornografi sudah ada sejak lama di negeri ini. Hal ini dibuktikan dengan beberapa hasil kebudayaan negeri ini, antara lain, serat centini, relief di candi Borobudur, legenda Nyi Roro Kidul, Cadoleng-doleng dan ritual di Gunung Kemukus yang sempat menggemparkan dunia Internasional.
“Kita ini sudah memperlakukan seksualitas dalam dua extreme yang cukup pelik dan mempersulit kita untuk bisa menerima seksualitas secara sehat. Dalam kubu yang satu kita menerima seksualitas sebgai sebuah sangat tabu, tapi di satu sisi kita membicarakannya secara fulgar,” ungkap Zoya.
Selain itu, Zoya mengatakan sifat konsumtif masyarakat indonesia membuat belanja yang satu ini mencapai angka yang fantastis.
Pelanggan pornografi di Indonesia berasal dari berbagai golongan usian dan kalangan. Mulai dari anak – anak, remaja hingga orang dewasa. Mulai dari pelajar hingga anggota dewan yang terhormat menjadi pelanggan pornografi.
Anda tentu masih ingat kasus Arifinto, politisi dari partai PKS ketangkap basah sedang menyaksikan film porno disaat sidang di gedung dewan berlangsung. Artis Maria Eva bersama Yahya Zaini yang notabenya anggota DPR kala itu juga tersandung skandal pornografi.
“Teknologi betul punya pengaruh paling besar dalam industri pornografi menurut saya, dibandingkan faktor yang lainnya. Teknologi adalah faktor terbesar penyumbang pornografi,” kata pakar seksolog terkenal di Indonesia ini.
Menurutnya lagi, teknologi pornografi tidak akan semerekah ini di Indonesia. Kenapa di Indonesia paling berkembang dibanding negara-negara lain, di Asia Tenggara. Kenapa demikian? Karena kita negara yang konsumtif.
Kegemaran akan pornografi di negeri ini, akhirnya mendorong perilaku masyarakat ke arah kehidupan yang bebas dan permisif terhadap seks. Sebagian orang bahkan sudah menilai jika hubungan pra nikah adalah hal biasa, bukan sebuah hal yang tabu dan berdosa. Masyarakat mempertanyakan pemerintah dalam memberantas pornografi. (alf)