JAKARTA, REPORTASE – Indonesia masih harus mewaspadai anomali cuaca. Sebab, pengaruh awal El Nino dan faktor cuaca lainnya masih akan terasa sampai awal tahun depan. Demikian ramalan cuaca dari Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
El Nino adalah gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik sekitar ekuator, khususnya di bagian tengah dan timur. Ada juga kemungkinan perbedaan suhu permukaan laut di Samudera Hindia sebelah barat Indonesia, dengan suhu permukaan laut di Samudera Hindia sebelah timur Afrika.
Menurut Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca BMKG Kukuh Ribudiyanto, area Samudera Hindia sebelah barat ini lebih hangat, sehingga indeksnya negatif. Artinya, ada pasokan air dari Samudera Hindia sebelah barat menuju ke timur Indonesia bagian barat.
Sedangkan kemungkinan penyebab ketiga, yaitu angin muson timur, atau muson Australia yang membawa uap kering. Muson merupakan angin musiman yang bersifat periodik dan biasanya terjadi, terutama di Samudera Hindia dan sebelah selatan Asia. Tapi untuk periode saat ini, dalam kondisi lemah, sehingga tidak menjadikan wilayah Indonesia kering.
Selain tiga kemungkinan penyebab anomali tersebut, ada hal penting lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu suhu muka laut wilayah Indonesia yang selalu hangat. Kondisi yang hangat itu, karenanya proses penguapan mudah terjadi dan akhirnya awan-awan hujan mudah terbentuk.
BMKG mencatat dalam tiga tahun terakhir telah terjadi anomali. Pada 2015, terjadi anomali curah hujan yang menurun, dampaknya terjadi kemarau panjang dan munculnya kasus kebakaran hutan di berbagai wilayah.
Tahun 2015, anomali terjadi karena munculnya El Nino. Sementara pada tahun 2016 sebaliknya, akan banyak hujan atau La Nina.
Terjadinya perubahan cuaca yang tidak menentu ini membuat masyarakat di seluruh wilayah Indonesia harus mewaspadai dampak susulan dari gejala alam tersebut, seperti banjir, longsor, angin puting beliung dan lain-lain.
Dalam menghadapi anomali cuaca tersebut, BNPB memerintahkan semua BPBD yang memiliki potensi hujan lebat agar meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam.
“Masyarakat agar selalu diberikan informasi ancaman bencana. Sosialisasi ditingkatkan kepada masyarakat. BPBD agar mengkoordinir potensi daerah supaya siap menghadapi segala kemungkinan terburuk,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
Sebanyak 90 % bencana yang terjadi di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi atau bencana yang terjadi karena pengaruh cuaca, iklim, dan perubahan iklim.
Pada 2015 telah terjadi 1.681 bencana hidrometeorologi di Indonesia. Sedangkan tren bencana longsor, banjir, dan puting beliung meningkat.”Longsor adalah salah satu bencana hidrometeorologi dan faktor dominan penyebabnya adalah ulah manusia,” kata Sutopo.
Menurut catatan BNPB, peningkatan tren longsor ini berhubungan erat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang tinggal di lereng-lereng perbukitan yang rawan longsor.
Berdasarkan data dari BNPB hingga Agustus 2016 tercatat telah terjadi sebanyak 1.512 kejadian bencana alam antara lain berupa banjir, tanah longsor, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung berapi serta angin puting beliung.
Dari jumlah kejadian itu, sebanyak 322 orang meninggal dunia, 2.086.769 orang mengungsi, dan sebanyak 21.537 tempat tinggal mengalami kerusakan. (Gah)