Jakarta, reportasenews.com- Penemuan bom yang sedang dirakit oleh Galih Aji Satria (37), di kamar tempanya ditahana di  Lapas Kelas II B Kota Pasuruan, Jawa Timur, sebenarnya tidak terlalu mengangetkan.
Galih ini tergolong teroris “die hardâ€. Jeruji besi tidak akan menghalangi jalan pikirannya yang tercemar ideology kekerasan.
Berdasarkan catatan Densus 88, namanya sudah muncul dalam 2 kali penyergapan terorisnya.
- Pada awal Januari 2011, karena kedapatan membawa bahan peledak saat dilakukan Operasi Cipta Kondisi di depan Markas Polres Magetan, Jawa Timur. Ia dijatuhi hukuman dua tahun tiga bulan (27 bulan) oleh Pengadilan Negeri Magetan mulai 3 Mei 2011 dan bebas bersyarat pada 11 Juli 2012
- Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menyatakan Galih Satria telah ditangkap Tim Densus 88 Antiteror pada 13 Maret 2014 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Ia diidentifikasi sebagai pelaku pengiriman paket berisi dua unit bahan peledak jenis bom pipa dan bom tupperware dari kampung halaman orang tuanya dengan tujuan Singkang Wajo, Sulawesi Selatan.
Siapa Galih?
Kesaksian tetangganya di Magetan menyebut, Galih yang telah menikah dengan perempuan asal Magetan dan dikaruniai dua anak ini sebagai pribadi yang tertutup dan jarang berkomunikasi dengan tetangganya.
Perubahan perilaku itu konon sejak Galih yang pernah mengenyam kuliah D-1 jurusan informatika ITS sekitar tahun 2003 ini masuk pondok pesantren Umar Bin Khatab, Surabaya dan dikirim ke Malaysia selama delapan bulan.
Sulung empat bersaudara ini lebih rajin beribadah. Cara berpakaian dan penampilannya pun berubah. Selalu mengenakan setelan gamis panjang, celana cingkrang dan memelihara jenggot.
Penampilan itu berbeda jauh dibanding semasa masih remaja di SMA yang cenderung lebih luwes terhadap kerabat, tetangga maupun rekan-rekannya.
“Sekarang kerjaannya lebih banyak di dalam rumah. Kalaupun keluar, paling untuk keperluan beribadah di masjid,” tutur Misdi, Kepala Dusun Wonocoyo Utara memberi kesaksian.
Perilaku tertutup dan sikap keras dalam hal faham keislaman Galih, kata Misdi dan sejumlah tetangga sekitar rumah terduga teroris kelompok Santoso ini, semakin mencolok setelah putra Sunardi dan Lilik Supiyati ini merantau ke Sulawesi Selatan dan bekerja sebagau buruh kebun.
Pribadi Galih disebutkan semakin keras. Ia bahkan berani menentang nasihat orang tuanya sendiri, terutama jika sudah menyangkut masalah faham dan keislaman.
“Pernah satu kali ibunya memberi nasihat untuk tidak ikut-ikutan aliran (Islam) fundamental, tapi dia melawannya,” ungkap seorang tetangga dekat Galih di Dusun Wonocoyo.
Kesaksian beberapa tetangga dan perangkat itu identik dengan keterangan orang tua Galih kepada polisi.
Kapolsek Panggul, AKP Solichin bahkan menyebut Galih sempat beberapa kali dipanggil untuk dilakukan pembinaan, khususnya selepas ia keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Magetan karena kasus terorisme pada Juli 2012.
Penampilan Galih memang kemudian berubah. Ia tidak lagi hobi mengenakan baju gamis dan memelihara jenggot panjang, tetapi pemahaman dia soal ajaran Islam garis keras rupanya terlanjur mendarah daging.
“Pengaruh dari luar rupanya lebih kuat, sehingga nasihat orang tuanya pun tidak didengarkan,” ujar Kapolres Trenggalek, AKBP Denny Setya Nugraha Nasution.
Padahal, ibunda Galih sangat khawatir anak sulungnya kembali terseret masalah terorisme.
Di hadapan polisi, kata Solichin, ibunda Galih bahkan sempat menangis saat mencurahkan perasaannya yang was-was anaknya itu benar-benar terlibat jaringan terorisme.
Namun apa daya, sekeras hati dan upaya dilakukan orang tua, Galih justru minggat tanpa pamit keluarganya pada 22 Februari 2014.
Tidak sendirian, Galih membawa serta istri dan dua buah hatinya, sehingga membuat Sunari dan Lilik (orang tuanya) kalang kabut.
Keberadaan mantan narapidana terorisme karena kedapatan membawa bahan peledak dalam sebuah operasi cipta kondisi di depan Mapolres Magetan pada 12 Januari 2011, itu baru diketahui setelah istrinya menelepon Lilik, sang mertua, dan mengabarkan jika sudah berada di Makassar, Sulsel.
Setelah itu, Galih dan istrinya tidak ada kabar lagi hingga akhirnya, beberapa hari lalu, keluarga di Panggul mendapat kabar dari Mabes Polri dan memberi tahu jika Galih ditangkap Densus 88/Antiteror karena diidentifikasi terlibat pengiriman paket diduga berisi bom pipa dan “bom tupperware”.
“Tadi, kepada kami orang tuanya menyampaikan sudah pasrah terhadap nasib anaknya (Galih). Mereka menyerahkan sepenuhnya proses gukum kepada pihak berwajib, namun meminta kami memberitahu jika mengetahui keberadaan menantu dan dua cucunya,” kata Kapolres Trenggalek, AKBP Denny.(tat/berbagai sumber)