Menu

Mode Gelap

Daerah · 2 Mei 2017 14:15 WIB ·

Ironi di Hardiknas, Siswa Sebrangi Sungai Bertaruh Nyawa


					Siswa sekolah dari Yayasan Nurul  Islam, di Desa Opo-opo. Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, menyeberang sungai tanpa jembatan, dan merejkak harus bertaruh nyawa menenantang maut.(foto: dic) Perbesar

Siswa sekolah dari Yayasan Nurul Islam, di Desa Opo-opo. Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, menyeberang sungai tanpa jembatan, dan merejkak harus bertaruh nyawa menenantang maut.(foto: dic)

Probolinggo, reportasenews.com – Di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), keceriaan puluhan siswa, mulai dari siswa PAUD,TK, Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga Sekolah Menengah Pertama, di Dusun Kedung Miri, Desa Opo-opo, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, ini terus terpancar meski setiap hari mereka harus bertaruh nyawa menantang maut saat pergi ke sekolah.

Tanpa memperdulikan keselamatan, para generasi penurus bangsa ini, tetap semangat menuntut ilmu. Hanya saja, sebelum sampai ke sekolah Yayasan Nurul Islam, yang terletak di seberang sungai. Mereka harus mencopot sepatunya dan mengangkat seragam sekolahnya dan selanjutnya menyeberangi sungai tersebut.

Secara bergiliran atau satu-persatu, siswa ini menyeberangi sungai selebar 35 meter yang merupakan aliran dari Gunung Argopuro. Derasnya arus sungai serta bebatuan yang licin seolah menjadi teman akrab mereka.

“Sudah terbiasa begini setiap hari, kami sebetulnya sudah capek menyebrangi sungai setiap hari. Saya hanya ingin sungai ini diberi jembatan agar saya dan teman-teman lancar bersekolah setiap hari,”ujar Rendy, salah satu siswa kelas 2 MI (Madrasah Ibtidaiyah) di Yayasan Nurul Islam, Selasa (2/5).

Setidaknya, ada sekitar 50 kepala keluarga (KK) yang tinggal di dusun ini atau lebih dari 250 jiwa. Mata pencaharian warga rata-rata hanya sebagai buruh tani. Sedangkan aliran listrik pun di Dusun itu hanya sebagian yang memilikinya, karena aliran listrik tidak sepenuhnya masuk ke dusun tersebut.

Selain puluhan siswa harus melintasi sungai untuk pergi ke sekolah, perputaran ekonomi warga juga harus melintasi sungai ini. Mulai ke pasar, bekerja hingga membawa hasil panen juga harus melintasi sungai.

Jika sungai arusnya deras, karena hulu sungai hujan deras, aktivitas warga langsung terhenti, yang bisa dilakukan hanya menunggu debit air semakin mengecil.

Seperti yang dirasakan Sri Wahyuni, salah satu warga setempat, saat dia pulang ke rumah pada malam hari, kondisi sungai besar, hingga terpaksa dia menginap di rumah saudaranya.

“Saya merasa kasihan kalau pas anak saya sekolah, ayah bekerja ibunya yang gendong, saya minta ke pemerintah mohon dipercepat bangun jembatannya, karena saya takut hanyut. Mau bagaimana lagi pas sungainya deras saya nyebrang, sudah sejak dahulu tidak punya jembatan sama sekali,” keluhnya.

Warga korban janji-janji politik ini berharap pemerintah segera merealisasikan pembangunan jembatan agar anak-anak pergi ke sekolah tidak bertaruh nyawa lagi.(dic)

Komentar

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Relawan PLN Gandeng Stakeholder, Wujudkan Program Zero Waste, untuk Hentikan Polusi Plastik dalam Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia

12 Juni 2025 - 17:13 WIB

Presiden Prabowo Naikan Gaji Hakim Hingga 280 Persen

12 Juni 2025 - 17:05 WIB

Media Gathering PLN Group Jawa Barat: Perkuat Sinergi Kolaboratif Menyebarluaskan Cerita Terang PLN

11 Juni 2025 - 16:16 WIB

Pemohon Uji Materi Perpu 49 PUPN di MK : Mencari Kebenaran demi Keadilan dan Kebaikan Bersama

11 Juni 2025 - 14:39 WIB

Manajemen Media Massa dan Fenomena Program Viral “Meet Nite Live”

8 Juni 2025 - 19:24 WIB

Hardjuno : Temuan Kekeliruan Penyaluran Dana BLBI Harus Diungkap Secara Transparan

8 Juni 2025 - 11:39 WIB

Trending di Hukum