AMERIKA SERIKAT, REPORTASE – Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat tahun 2016 akan dilakukan pada Selasa (8/11). Kedua tim kampanye calon presiden (capres) beradu strategi merebut hati para pemilih. Gesekan terjadi di sana-sini, termasuk di salah satu media sosial dengan jumlah pengguna terbesar di dunia, Facebook.
Sejak Hillary Clinton dan Donald Trump secara resmi diumumkan menjadi dua capres yang akan mengikuti pilpres 2016, argumen politis memanas di Facebook. Perusahaan media sosial ini menyebut, pilpres kali ini melahirkan 5,3 miliar pos, suka, komentar, dan pembagian pos. Mereka juga menyebutkan, pilpres AS 2016 menjadi tema yang paling banyak dibahas di seluruh dunia pada tahun 2016.
Ironisnya, kenaikan grafik penggunaan Facebook itu justru berbuntut pada salah satu fenomena sosial, yang bila dilakukan di dunia nyata akan terasa sangat tak terpuji, yaitu pemutusan hubungan pertemanan, alias unfriend.
Pihak Facebook memang tak memiliki statistik yang mensahihkan angka pasti terjadinya fenomena unfriend ini, namun beberapa jajak pendapat menunjukkan, fenomena itu benar-benar terjadi.
Universitas Monmouth di New Jersey melakukan jajak pendapat terhadap 700 pemilih yang memiliki akun media sosial. Hasilnya, sekitar tujuh persen pemilih kehilangan kawan atau mengakhiri pertemanan di masa kampanye pilpres ini.
Ada sembilan persen pendukung Hillary yang memilih mengakhiri pertemanan dengan pendukung lain. Sementara, pendukung Donald Trump yang memilih langkah ini berjumlah enam persen.
Jajak pendapat itu juga menunjukkan, fenomena ini bukanlah fenomena baru. Sekitar tujuh persen pemilih menyebut, mereka pernah kehilangan perkawanan akibat kampanye politik di masa lalu. Namun, dua per tiga pemilih mengatakan, pilpres tahun ini telah memunculkan reaksi terburuk dan perbedaan pendapat yang terparah dalam retorika politik.
Susan Krauss Whitbourne, seorang profesor Fakultas Psikologi di Universitas Massachussets Amherst, dalam wawancaranya dengan MarketWatch mengatakan,
“Ini mungkin pilpres paling terpolarisasi yang pernah saya ingat. Itu semakin memburuk dan itu memengaruhi hubungan sosial kita.†kata Susan
Bagi Susan, akan lebih baik bila pemilih terlebih dulu tak mengikuti pos orang lain, atau unfollow, sebelum memutuskan untuk menghentikan hubungan perkawanan, alias unfriend, terutama bila itu adalah kerabat dekat.
“Namun, bila sudah tak ada faktor-faktor pemulih di hubungan itu, lalu Anda merasa itu buruk bagi kesehatan jiwa Anda dan membuat Anda terpuruk, maka Anda tahu, itu memang harus dihentikan.†tambah Susan.
Di lain pihak, MarketWatch mengutip pendapat Jonathan Wai, seorang profesor Fakultas Psikologi Universitas Duke,
“Itu mungkin pertanda, Anda kurang terbuka dalam menimbang pandangan yang berbeda secara luas, dan itu buruk bagi perkembangan pribadi anda. Mungkin, bila anda menemukan sesuatu yang menyinggung, jagalah jarak sejenak dan buatlah keputusan di saat Anda lebih tenang dan bisa menguasai diri,†ujar Jonathan.
Fenomena sosial di dunia maya ini sebenarnya bukan hanya menjadi milik warga Paman Sam. MarketWatch mencatat, fenomena “unfriend†ini juga terjadi di banyak belahan dunia lain.
Lalu, apakah fenomena sosial ini juga dilakukan di Indonesia? Sayang, belum ada lembaga yang melakukan jajak pendapat mengenai hal ini. Jadi, mungkin, pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh masing-masing pribadi pengguna media sosial. Tentu saja, pertanyaannya harus diubah, “Apakah fenomena sosial “unfriend†ini juga dilakukan oleh Anda?†(Elias Widhi/disadur dari MarketWatch)