Kamboja, reportasenews.com – Jika ada ASI (air susu ibu) bisa dijadikan komoditas ekspor, barangkali itu yang terjadi di Kamboja. Produk ASI dari negara miskin di Asia ini diekspor sampai kenegara AS. Dan praktik ekspor itu kini diganjal oleh larangan ekspor ASI manusia.
Ekspor ASI kamboja ini dikirimkan ke Amrika melalui Utah Ambrosia Labs, yang mengklaim sebagai perusahaan pertama untuk sumber ASI dari luar negeri dan mendistribusikannya di Amerika Serikat.
Susu dipompa dari para perempuan Kamboja di Phnom Penh dan kemudian dikirim ke Amerika Serikat, di mana ASI ini dipasteurisasi dan dijual seharga US $ 20 (S $ 27,90) per 5 oz (147 ml) per kantong.
Pada awal pekan ini, kabinet Kamboja memerintahkan kementerian kesehatan untuk “mengambil tindakan segera mencegah pembelian dan mengekspor ASI dari ibu-ibu di Kamboja,” menurut AFP.
“Meskipun Kamboja miskin dan (hidup) yang sulit, tapi tidak pada tingkat akan menjual ASI dari ibu,” tambahnya.
Ambrosia Labs telah membela usahanya dalam wawancara sebelumnya, mengatakan bahwa mereka mendorong perempuan Kamboja untuk terus menyusui, karena alasannya mereka sangat membutuhkan penghasilan tambahan dan juga membantu mengisi kekurangan Bank susu di AS.
Unicef badan anak-anak PBB menyambut larangan tersebut, mengatakan bahwa perdagangan ASI adalah eksploitatif. ASI tersebut harus tetap digunakan di Kamboja, di mana banyak bayi lokal kekurangan nutrisi yang tepat.
“Di Kamboja ASI eksklusif untuk bayi yang baru lahir selama enam bulan pertama mereka menurun dari 75 persen pada 2010 menjadi 65 persen pada 2014,” Debora Comini, perwakilan Unicef Kamboja mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Ros Sopheap, direktur perempuan setempat kelompok hak Gender dan Pembangunan untuk Kamboja (GDC), memuji keputusan pemerintah untuk melarang perdagangan.
“Bahkan jika wanita setuju untuk melakukannya secara sukarela, mereka sering tidak memiliki pilihan lain dan menghadapi tekanan ekonomi,” katanya kepada AFP.
Chea Sam, seorang ibu 30 tahun yang pernah bekerja untuk Ambrosia Labs, mengatakan kepada AFP dalam sebuah wawancara baru-baru bahwa ia telah menjual ASI-nya selama tiga bulan setelah kelahiran anaknya.
Dia bilang dia memperoleh US $ 7,50-US $ 10 per hari dan dia tahu setidaknya 20 ibu-ibu lain melakukan hal yang sama.
“Kami menyesal bahwa perdagangan ini telah dilarang. Ini telah membantu mata pencaharian kami,” katanya kepada AFP setelah ekspor awalnya ditangguhkan. (hsg/ StratsTimes)