Jakarta, reportasenews.com- Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menegaskan orang yang termakan paham radikalisme tidak berkorelasi dengan pekerjaan.
Tetapi lebih terkait faktor psikologi.
Tito mencontohkan kasus dokter Azahari lulusan Inggris yang termakan paham radikal.
Kemudian Osama Bin Laden pemimpin Al Qaeda berstatus orang kaya.
“Ada mahasiswa dan sarjana, bisa low class sampai high class,” kata Tito dalam sebuah acara televisi yang disiarkan langsung.
Tito lalu menjelaskan cara kelompok teroris merekrut anggotanya.
Caranya, secara tatap muka atau face to face, kegiatan pengajian, lalu online melalui internet dan berkomunikasi chatting.
“Yang bisa direkrut cenderung mudah menerima sesuatu, tidak kritis dan pendiam. Ada satu penelitian mahasiswa dari science fisika dan kimia. Itu yang sosial dan politik, kritis mereka,” kata Tito, yang ketika masih berpangkat perwira menengah menjadi komandan Densus 88 Antiteror.
Tito mencontohkan pelaku bom di Kedubes Australia, Heri Kurniawan atau Heri Golun secara psikologis pendiam dan intelektual kurang.
Jenderal bintang empat itu mengaku sempat bertanya kepada kelompok teroris dalam perekrutan anggotanya.
Ada masyarakat yang juga tidak dapat direkrut kelompik teroris.
“Saya tanya kepada orang itu kenapa tidak mau ikut kelompok (teroris), saya (orang yang akan direkrut) tanya ini itu tidak memuaskan,” katanya.
“Saya tanya yang rekrut juga begitu, dia (target masyarakat) cerewet sehingga (kelompok teroris) mencari yang lain,” kata Tito. (tat/trib)