PONTIANAK RN.COM – Majelis Ulama Indonesia secara resmi mengumumkan fatwa haram untuk pelaku pembakaran lahan dan hutan serta pengerusakan lingkungan hidup.
Selain membawa dampak besar bagi kehidupan serta datangnya bencana kabut asap yang setiap tahun dirasakan warga masyarakat Kalimantan dan Sumatera, pembakaran hutan tidak dibenarkan dalam Agama.
Melihat kondisi tersebut, MUI Kalimantan Barat mengeluarkan fatwa haram dan ancaman penjara bagi pelaku pembakaran lahan yang dilakukan individu maupun koorporasi.
Meski fatwa haram pembakaran lahan ini telah terbit sejak satu dasawarsa, namun faktanya masih saja terjadi aksi pembakaran dengan tujuan pembukaan lahan baru tanpa melihat dampak dari merusak lingkungan tersebut.
“Pada prinsipnya MUI Kalimantan Barat termasuk ikut andil dalam proses keluarnya fatwa MUI se-Kalimantan di Banjarmasin pada tahun 2006. MUI Kalimantan Barat bukan hanya mendukung tapi melaksanakan dan menghimbau masyarakat agar mematuhi fatwa haram ini,” kata ketua Komisi Fatwa MUI Kalimantan Barat, KH. Wajidi Sayadi, kepada reportasenews.com Kamis (15/9).
Fatwa haram sudah diberlakukan, termasuk ancaman penjara maksimal bagi pelaku pembakaran lahan dengan sengaja. Namun faktanya, hingga saat ini titik panas yang terpantau satelit NOAA kembali meningkat tajam. Sejak Rabu (14/9)sampai pukul 17.00 WIB mencapai 216 hotspot yang tersebar di enam kabupaten berbatasan dengan Kalimantan Tengah.
“Titik panas terus bertambah karena sudah lima hari cuaca kering di wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah tidak ada hujan. Bahkan awan potensial pun tidak tumbuh di atmosfer sehingga hujan buatan tidak dapat beroperasi,” timpal Kepala Pusat data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam siaran persnya.
Sutopo menyebutkan potensi kemudahan terjadi kebakaran ditinjau dari analisa cuaca di Kalimantan barat dan Kalimantan Tengah sangat tinggi.
“Artinya mudah terbakar. Ironisnya pembukaan lahan dengan membakar masih marak dilakukan sehingga hotspot banyak ditemukan,” pungkasnya.
Dampak kebakaran hutan dan lahan gambut yang tidak terkendali ini, kabut asap pekat kembali menyelimuti udara kota Pontianak sejak petang kemarin dan terus pekat dari malam sampai keesokan paginya.
Kualitas udara juga sudah berada di level sedang akibat pencemaran dari hasil kebakaran hutan dan lahan gambut yang sampai saat ini belum berhasil dipadamkan. (ds)