Jakarta, reportasenews.com – Pelantikan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Djoko Setiadi di Istana Negara, Rabu, 3 Januari 2017 oleh Presiden Joko Widodo menandai berdirinya lembaga khusus ini.
Pelantikan digelar di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat. Djoko dilantik berdasarkan Keppres No 130/P Tahun 2017.
“Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja sebaiknya dengan penuh rasa tanggung jawab,” kata Djoko dalam sumpah jabatan yang diambil oleh Jokowi.
Keppres No 130/P Tahun 2017 itu sekaligus memberhentikan Djoko dari jabatan Kepala Lemsaneg. Djoko diberhentikan dengan hormat.
Sebagai Kepala BSSN, Djoko mendapatkan fasilitas setingkat menteri. Dia pun bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.
Cikal bakal dari badan siber itu mulai muncul pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Munculnya keinginan membuat badan siber diawali oleh insiden sadap menyadap Indonesia-Australia.
Pada tahun 2013, nama awalnya adalah “Desk Keamanan SIber Nasional”. Setahun kemudian 2014 divisi ini dioperkan kepada Komenko Polhukam. Ditahun yang sama, lalu diusulkan kepada Jokowi dengan nama “Badan Siber Nasional”.
Pokok tugas badan siber ini diantaranya adalah, proteksi e-commerce, penapisan, diplomasi siber, manajemen krisis siber, pemulihan penanggulangan kerentanan siber, dan juga insiden serangan siber.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN, Mayor Jenderal Djoko Setiadi sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial bahwa ada jenis hoax yang termasuk “hoax yang membangun”.
Komentar ini langsung disambut riuh oleh masyarakat yang mengatakan ‘hoax adalah hoax’ dan itu tetap salah. Front Pembela Islam mempertanyakan maksud pernyataan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Djoko Setiadi tentang “Hoax Membangun”.
Bagi FPI, segala Informasi bohong atau hoax tidak bisa dibenarkan. Sehingga, kalimat Hoax Membangun yang disampaikan itu bisa menyesatkan bagi publik.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN, Mayor Jenderal Djoko Setiadi, mengklarifikasi pernyataannya tentang frasa ‘hoax membangun’ yang membikin kehebohan di medsos.
Djoko menjelaskan, sebenarnya hanya semacam siasat atau trik pancingan untuk menilai kepekaan publik. Ternyata reaksi warganet sangat ramai sehingga dia menyimpulkan berhasil.
Dia mengaku tak menyangka ternyata kalimat itu ditanggapi ramai sekali meski tampak berlebihan. “Tapi tanggapannya terlalu serius. Pancingan saya mantap,” ujarnya.
DPR menjelaskan fungsi dan peran BSSN bukanlah lembaga hukum. Dalam tugasnya BSSN menemukan bukti dan fakta keterlibatan seseorang atau kelompok dalam melakukan penyebaran informasi hoax, maka hal itu langsung dikordinasikan ke pihak Polri untuk segera diambil tindakan.
Pasal 27 UU ITE sudah dijelaskan, bukan hanya menjerat pelaku pembuat hoax, tetapi juga menyasar mereka yang mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat konten tersebut dapat diakses secara elektronik.
Pasal 28 (1) UU ITE, juga disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. (Hsg)