Palestina, reportasenews.com – Presiden AS Donald Trump pada hari Rabu akan memerintahkan Departemen Luar Negeri untuk memulai proses relokasi kedutaan AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Langkah Trump mendapat dukungan bipartisan dari Kongres AS dan didukung oleh tim perdamaian presiden, kata seorang pejabat senior Trump.
Namun, Donald Trump tidak akan menentukan jadwal untuk proses tersebut, dia akan berharap itu terlaksana, pejabat tersebut menambahkan, menunjukkan bahwa pemerintah AS telah terlibat secara tegas dengan kongres dan mitra internasional mengenai masalah ini.
“Dia Trump akan mengarahkan Departemen Luar Negeri untuk memulai sebuah proses memindahkan kedutaan Amerika Serikat dari lokasi saat ini di Tel Aviv ke sebuah lokasi di Yerusalem,” kata pejabat tersebut pada hari Selasa.
“Itu tidak berarti kedutaan akan bergerak besok. Butuh beberapa waktu untuk menemukan titik baru ini, menangani masalah keamanan, merancang fasilitas baru, mendanai fasilitas baru ini.”
Gedung Putih mengatakan bahwa Trump dalam telepon terpisah pada hari Selasa berbicara dengan para pemimpin lima negara Timur Tengah – yaitu, Israel, Otoritas Palestina, Yordania, Mesir dan Arab Saudi – tentang kemungkinan untuk memindahkan kedutaan AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Sebagai tambahan, pejabat AS tersebut menunjukkan bahwa badan-badan AS telah merancang dan menerapkan sebuah rencana keamanan untuk menjamin safety personil kedutaan dan warga Amerika di wilayah tersebut.
Gedung Putih percaya bahwa keputusan Trump akan membantu menyelesaikan konflik yang sedang berlangsung antara Yerusalem dan Palestina karena Amerika Serikat akan terus mendukung solusi dua negara untuk negara-negara tersebut, menurut pejabat tersebut.
Sebelumnya pada hari itu, Konsulat Jenderal AS di Yerusalem mengeluarkan sebuah pesan peringatan yang melarang pegawai pemerintah dan anggota keluarga mereka untuk bepergian ke kota karena demonstrasi merebak terkait keputusan Trump.
Raja Saudi Salman Bin Abdulaziz Al Saud memperingatkan Presiden AS Donald Trump dalam pembicaraan telepon pada hari Selasa bahwa keputusan yang diambil oleh Amerika Serikat mengenai status Yerusalem sebelum mencapai penyelesaian lengkap konflik Israel-Palestina akan merusak perundingan perdamaian tersebut.
“Setiap keputusan Amerika Serikat mengenai status Yerusalem sebelum penyelesaian akhir yang jelas, akan merusak perundingan damai dan meningkatkan ketegangan di wilayah ini. Arab Saudi mendukung terus rakyat Palestina dan mempertahankan hak historisnya,” Raja Saudi mengatakan dalam pembicaraan telepon, seperti yang dikutip oleh kementerian luar negeri negara tersebut.
Raja Saudi juga menekankan bahwa “langkah berbahaya ini akan memancing perasaan Muslim di seluruh dunia, untuk menegaskan pentingnya Yerusalem dan Masjid Al-Aqsha yang sangat berarti.”
Menurut Undang-Undang KBRI 1995, kedutaan AS di Israel seharusnya dipindahkan ke Yerusalem. Namun, setiap pemimpin Amerika sejak saat itu telah melepaskan persyaratan tersebut setiap enam bulan sehubungan dengan konflik Israel-Palestina yang belum terselesaikan.
Sisi Palestina, di antara sejumlah negara Timur Tengah, telah memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat menyebabkan eskalasi konflik Israel-Palestina dan situasi yang tidak stabil di wilayah tersebut, sementara Presiden Turki Tayyip Recep Erdogan telah mengancam untuk memutuskan hubungan dengan Israel.
Kebodohan Trump memindahkan kedubes AS ke Yerusalem akan membuat pertumpahan darah baru dan sekaligus menginjak-injak kesepakatan Internasional.
Di bawah Rencana Pemisahan PBB 1947 yakni membagi Palestina antara negara-negara Yahudi dan Arab, Yerusalem diberi status khusus dan dimaksudkan untuk ditempatkan di bawah kedaulatan dan kontrol internasional. Status khusus didasarkan pada kepentingan religius Yerusalem terhadap tiga agama nabi Ibrahim.
Dalam perang tahun 1948, setelah rekomendasi PBB untuk membagi Palestina, pasukan Zionis menguasai bagian barat kota tersebut dan mendeklarasikan wilayah bagian negaranya. Sedangkan sisi Timur kota dipegang oleh Arab dalam hal ini Palestina.
Selama perang 1967, Israel merebut bagian timur Yerusalem, yang berada di bawah kendali Yordania pada saat itu, dan mulai secara efektif mencaploknya dengan memperluas hukum Israel, membawanya langsung di bawah yurisdiksinya, Israel secara terang-terangan menginjak dan melanggar hukum internasional.
Pada tahun 1980, Israel membuat “Hukum Yerusalem”, yang menyatakan bahwa “Yerusalem, lengkap dan bersatu, adalah ibu kota Israel”, dengan demikian meresmikan aneksasi Yerusalem Timur. (Hsg)