Liputan Khusus Reklamasi
Batam, reportasenews.com – Ketua DPRD Kota Batam Nuryanto mengatakan legislatif tidak akan menghalang-halangi proses reklamasi di Batam, karena bagian dari proses pembangunan. Namun reklamasi itu harus sesuai dengan perizinan yang ada.
“Reklamasi bukan sesuatu yang salah karena itu bagian dari proses pembangunan, tetapi kalau tidak memenuhi persyaratan yang ada, kami rekomendasikan dihentikan,”ujar Nuryanto saat ditemui reportasenews.com di kantornya.
Menurut Nuryanto akar permasalahan carut marutnya reklamasi ini karena tidak adanya perencanaan dari pemerintah terkait yakni pemerintah kota maupun dari BP Batam.
“Saya tidak pernah melihat ada perencanaan tata kota serta perencanaan tata ruang. Tata ruang kita ini dari 2004 hingga 2014 ini berhenti,” ujar Cak Nur panggilan akrab Nuryanto.
Nuryanto juga mengeluhkan efek dari reklamasi itu pendapatan Pemerintah Kota Batam hanya sedikit.
“Dari sisi pendapatan belum maksimal karena belum ada perda yang mengatur, yang ada hanya Peraturan Walikota (Perwako) Batam. Itu juga cuma hasil dari tambang galian C. Justru dana dari hasil reklamasinya belum ada pemasukan,”ujar Nuryanto.
Di sisi lain ungkap Nuryanto, yakni proses pemberian izin kepada para pengembang cukup lama sehingga mereka belum ada mengantongi izin sudah berkerja dulu.
“Mereka itu sudah melakukan proses perizinan namun karena belum turun dan masih dalam proses mereka akhirnya bekerja terlebih dahulu,” kata Nuryanto.
Selain itu ada masalah lain di Batam, yakni belum terintegrasinya antara BP Batam dengan Pemko Batam sehingga tampak ada dualisme kepemimpinan di Batam.
“Kami minta ke pusat kalau masih ada dua lembaga ini segera dilakukan harmonisasi dan singkronisasi, sehingga masyarakat tidak dikorbankan,” ujar Nuryanto.
Nuryanto mengibaratkan di Batam saat ini sudah seperti balon yang akan meletus. Salah satunya adalah penolakan penerapan uang wajib tahunan otoritas (UWTO) bagi masyarakat yang tinggal di Batam.
“Tanah di Batam ini kan semua tanah milik BP Batam. Batam itu kan bagian NKRI, tetapi masyarakatnya menyewa kepada BP Batam. Ini tidak adil, kami Warga Negara Indonesia harus sewa di negaranya sendiri. Ya kami ini seperti Palestina, ada pemerintahan tapi tak punya wilayah,” kata Nuryanto.
(ham/hsg)