Batam, reportasenews.com – Provinsi Kepulauan Riau memiliki banyak permasalahan,sebagaimana daerah lain, korupsi juga menjadi momok masalah. Belum lagi masalah-masalah lain, sebut saja misalnya: kekosongan jabatan Wakil Gubernur, isu wilayah Provinsi Khusus dan yang terbaru adalah keputusan sepihak antara Bright PLN dan pemerintah daerah.
Menurut Ketua Pasak kepri(Pusat Analisis Study Anti Korupsi) Emy Hajar Abra megatakan, permasalahan di Kepri itu dapat dibenahi berbagai pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Belum lagi KPK “masuk” Kepri, seteru terhadap lembaga antirusuah itu terjadi sangat jahat. KPK dikeroyok beramai-ramai oleh berbagai pihak dengan dikomandoi DPR,” ujar Emy.
Bahkan beberapa aparat penegak hukum ikut pula berupaya menjatuhkan KPK dengan langkah-langkah tidak masuk akal.
Misalnya, Jaksa Agung meminta agar kewenangan penuntutan KPK dikembalikan kepada kejaksaan. Padahal kewenangan penuntutan di KPK tidak menghilangkan kewenangan penuntutan kejaksaan. Lalu kewenangan apa yang harus dikembalikan.
Sikap Jaksa Agung terkesan tendensius sangat politis dan bagian dari sikap untuk memperlemah KPK. Langkah tidak masuk akal juga dilakukan DPR dalam mencegah pergerakan KPK.
Selain itu Lagat Siadari juga menambahkan, dalam konprensi pers yang digelar di gedung Universitas Unrika Batam, Lagat mengatakan kasus Setya Novanto, DPR mengajukan surat penangguhan penahanan. Padahal langkah itu kian memperjelas bahwa serangan kepada KPK dari parlemen berkorelasi dengan langkah DPR melindungi tugaan pidana yang dilakukan individu Setya Novanto.
Setelah mencermati perkembangan konflik tersebut, perlu kiranya civil society di Provinsi Kepri bersikap untuk ikut melawan upaya-upaya sistematis membungkam langkah KPK dalam memberantas korupsi.
Tekanan terhadap KPK yang terus menguat, mulai dari serangan siraman air keras terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket hingga upaya mencabut kewenangan KPK melalui revisi atau pembekuan kelembagaan, memperlihatkan adanya ‘teror’ bagi terhadap para pejuang anti korupsi yang telah berkhidmat membenahi bangsa dan negara.
Berlatar itulah maka pegiat anti korupsi dari Pasak Unrika,APHTN, HAN Kepri, Labor Ilmu Hukum Umrah, Pegiat Antikorupsi Kepri menggelar diskusi dan menghasilkan beberapa butir deklarasi, Kamis (14/9) di Kampus Unrika Batam center.
Tidak sehatnya kondisi tersebut membuat kami harus bersikap. Koalisi Masyarakat Anti-Korupsi Kepulauan Riau menyatakan lima sikap:
1.Bahwa tekanan politik terhadap upaya pemberantasan korupsi melalui Pansus Angket terhadap KPK merupakan akrobat politik paling telanjang dan memalukan bagi sejarah peradaban hukum bangsa Indonesia sehingga harus segera diakhiri;
2.Bahwa aliansi menuntut presiden selaku kepala negara mendengar suara-suara dan keresahan masyakarat di daerah khususnya Provinsi Kepulauan Riau untuk segera menunjukkan keberpihakannya terhadap gerakan korupsi dengan memberikan proteksi politik bagi KPK dan mengusut sampai tuntas aksi teror brutal terhadap penyidik dan Institusi KPK yang selama ini telah, sedang dan akan berlangsung;
3.Bahwa upaya sistematis pelemahan KPK harus dilawan melalui gerakan masif kampanye damai anti- korupsi baik di pusat dan daerah mulai dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianggas sampai ke Pulau Rote;
4.Aliansi Masyarakat Anti Korupsi di Kepulauan Riau mengajak rekan-rekan dari lintas daerah mulai dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianggas sampai ke Pulau Rote untuk turut bergerak membangun simpul-simpul solidaritas mengkampanyekan Solidaritas KPK dan Gerakan Anti-Korupsi;
5.Mengajak rekan-rekan dan sahabat di Provinsi Riau untuk turut bergabung dan merapatkan barisan bersama menjadi bagian dari relawan anti-korupsi Kepulauan Riau.
“Demikian pernyataan sikap ini kami atas nama Koalisi Masyarakat Anti Korupsi Kepulauan Riau”tutup Emy.(gus)