Site icon Reportase News

Lawan Covid-19 Mayjen Tugas Ratmono Membangun Kesadaran Perilaku Hidup Sehat

Mayjen TNI Tugas Ratmono, Koordinator Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. (foto. Joko Dolok)

Jakarta, Reportasenews – Bukan hard power, melainkan soft power cara Mayjen TNI Tugas Ratmono mengelola Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran. Dengan cara ini, Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran ini berhasil menorehkan prestasi gemilang, membawa seluruh pasukannya yaitu ribuan tenaga kesehatan, selamat di medan tempur penanganan Covid-19.

Selamatnya personel tenaga kesehatan (nakes) RSDC Wisma Atlet Kemayoran,  tentu akan menjadi catatan tinta emas dalam sejarah penanganan Covid-19, salah satu pandemi terbesar dalam perjalanan umat manusia di bumi. Apalagi menilik banyaknya tenaga kesehatan yang wafat di berbagai medan lain perawatan pasien Covid-19, baik di Indonesia maupun di dunia.

Di Indonesia sendiri, per Desember 2020, jumlah nakes yang wafat terkait penanganan Covid-19 mencapai 504 orang, terdiri dari 237 dokter, 15 dokter gigi, 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker, dan 10 tenaga laboratorium medik. Indonesia berada di urutan kelima di dunia untuk kategori ini.

Keberhasilan Kepala Pusat Kesehatan TNI tersebut dalam menjaga nakes tetap selamat, terasa makin spesial jika melihat besarnya kapasitas RSDC Wisma Atlet Kemayoran.

Mayjen TNI Dr. dr. Tugas Ratmono, Sp.S, MARS, MH, saat memberikan pengarahan langsung pada jajaran Unit Riset RSDC. (foto. Dolok)

Sejak berdiri pada 23 Maret 2020 hingga akhir Januari 2021, RSDC  Wisma Atlet Kemayoran telah merawat lebih dari 40 ribu pasien. Sebagai salah satu rumah sakit Covid terbesar di dunia, RSDC Wisma Atlet Kemayoran melibatkan 2.833 personel. Dari jumlah itu, tenaga kesehatan menempati porsi terbanyak, 2.572 personel.

Melihat besarnya skala penanganan pasien, bukan perkara mudah dalam urusan keselamatan personelnya. Para nakes menjadi pihak paling rentan terinfeksi Covid-19. Risikonya bukan main-main, nyawa taruhannya. Sudah tak terhitung banyaknya kisah nakes di dunia terinfeksi Covid-19 dan kemudian gugur.

Maka jelaslah, leadership di RSDC Wisma Atlet Kemayoran adalah sebuah kisah nyata the right man on the right place. Sungguh tepat negara memberi amanah  Mayjen TNI Dr. dr. Tugas Ratmono, SpS, MARS, MH.

Mayjen TNI Tugas Ratmono, Koordinator Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. (Foto. Didik W)

Pendirian rumah sakit covid terbesar di Indonesia ini adalah bentuk keseriusan negara dalam menghentikan pandemi yang nyata-nyata menjadi ancaman. Korban jiwa pandemi Covid-19 jumlahnya tak kalah banyak dari perang konvensional. Per akhir Januari 2021, lebih dari 2 juta orang meninggal di dunia akibat Covid-19.

Menilik keseriusan ancaman nyata Covid-19, jelaslah tugas Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran teramat vital. RSDC Wisma Atlet Kemayoran, dengan kapasitas jumbonya,  adalah benteng terbesar negeri ini dalam pertempuran melawan Covid-19. Sebagai benteng terbesar, RSDC tidak boleh jebol.

Lalu apa yang dilakukan Mayjen Tugas Ratmono? melihat musuhnya adalah makhluk tak kasat mata (virus SARS-CoV-2) yang terus mengintai tanpa mengenal waktu, ia memilih cara soft power. Tujuannya tercipta kesadaran dalam diri masing-masing insan RSDC Wisma Atlet Kemayoran untuk menjalankan standar operating procedure (SOP) yang menjadi pedoman perilaku sehari-hari.

Kepala Pusat Kesehatan TNI ini nyaris tak pernah menggunakan cara atau nada keras dalam menyampaikan instruksinya. Pesan-pesannya selalu berisi dorongan agar para nakes selalu bahagia saat menjalankan tugas dan dalam keseharian.

Meski terlihat sederhana, kata bahagia dalam penanganan Covid-19, rupanya adalah kunci. Dengan selalu bahagia, imunitas tubuh meningkat guna menangkal Covid-19. Kebahagiaan para tenaga kesehatan berimbas positif secara keseluruhan. Dengan selalu bahagia, para nakes memberikan layanan prima dan ujungnya, angka kesembuhan pasien meningkat.

Mayjen Tugas Ratmono memberikan ucapan selamat kepada mempelai wanita pasien covid yang melakukan akad nikah melalui teleconfence di RSDC Wisma Atlet. (Foto. Joko Dolok)

Bagi Mayjen Tugas, seni membangun kesadaran dengan penyampaian dan cara yang konstruktif, akan lebih efektif untuk memunculkan kultur disiplin masing-masing individu.

“Ancaman Covid tidak mengenal waktu dan kita tidak bisa mengawasi tiap orang selama 24 jam. Jadi hal terpenting adalah bagaimana mengajak secara konstruktif  sehingga muncul kesadaran tiap orang untuk disiplin menjalankan protokol kesehatan. Cara soft power akan lebih efektif,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini.

Tentu kata-kata saja tak cukup. Guna menjaga semua berjalan dengan baik, RSDC Wisma Atlet membuat pedoman atau Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku bagi siapapun yang bekerja dan berada di RSDC Wisma Atlet Kemayoran.

Konsep jangan tertular dan jangan menulari menjadi dasar. Pasien Covid dilokalisir di tower-tower tertentu dan interaksi dengan lingkungan dibatasi garis merah berupa pagar. Selain pasien, hanya orang yang mengenakan pakaian hazmat (alat pelindung diri) lengkap yang diperkenankan masuk.

Mayjen Tugas Ratmono saat berdiskusi dengan para peneliti di Unit Riset RSDC Wisma Atlet.

Shift kerja dibuat sedemikian rupa,  tiap nakes memiliki waktu yang cukup untuk istirahat. Usai bekerja 8 jam nonstop mereka memiliki waktu istirahat selama 32 jam.

Tugas para nakes di RSDC Wisma Atlet sungguh berat. Makin berat, dengan pakaian hazmat yang tidak boleh kendor atau dilepas selama 8 jam bertugas. Agar tidak sedetikpun pakaian hazmat terbuka, mereka rela memilih menggunakan pembalut untuk menangani hajat buang air kecil atau buang air besar.

Belum lagi faktor bekerja di gedung tinggi. Untuk secepat mungkin melayani pasien, tak jarang nakes memilih menggunakan tangga. Bergerak sekian lama dengan tubuh tertutup, sungguh sebuah tantangan berat.

Usai melaksanakan tugas,  nakes mesti membersihan diri di ruang disposal. Intinya, lepas dari zona merah, mereka harus terbebas dari virus SARS-CoV-2.

Beratnya tugas dan risiko, membuat nakes diberi istirahat selama 32 jam untuk memulihkan diri. Saat masa istirahat mereka bisa melakukan berbagai kegiatan, termasuk olahraga seperti bulu tangkis, tenis meja, bola voli, ataupun gym kebugaran. Lintasan jogging track juga tersedia.

Dari sisi nutrisi dan vitamin, makanan diramu para ahli gizi dari dapur raksasa dan modern. Makanan didistribusikan berdasarkan Standar Operating Procedure yang telah ditetapkan.

Untuk memastikan keseluruhan Standard Operating Procedure dijalankan, Mayjen Tugas sesekali melakukan inspeksi mendadak ke berbagai sudut RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Ia menanyakan personel yang ditemui, kapan terakhir melakukan swab PCR.

Personel RSDC Wisma Atlet Kemayoran memang diwajibkan rutin melakukan test swab PCR. Tujuannya jelas, untuk menerapkan konsep jangan tertular dan jangan menulari. Siapapun yang terinfeksi harus secepat mungkin menjalani isolasi agar segera pulih dan tidak menulari yang lain.

Dalam sidaknya, Mayjen Tugas selalu mengamati pintu dan pagar pembatas zona merah apakah dijaga secara ketat atau tidak. Jika masih ada celah, ia menginstruksikan petugas untuk menutup atau membuat pintu.

Mayjen Tugas tak ingin, siapapun melanggar aturan dengan keluar masuk zona merah tanpa prosedur keamanan klinis.

Penataan bangku duduk di sudut-sudut  RSDC Wisma Atlet Kemayoran tak lepas dari pengamatannya. Ia mengingatkan aturan jaga jarak harus benar-benar diterapkan.

Inspeksi mendadak tak hanya dilakukan di zona hijau, Mayjen Tugas sesekali melakukannya di zona merah dengan mendatangi ruang-ruang perawatan. Tentu ia mengenakan pakaian hazmat lengkap sebagai prosedur klinis.

Konsep soft power bukan saja diarahkan untuk insan RSDC Wisma Atlet Kemayoran yang berada di bawah bimbingannya, Mayjen Tugas dikenal sangat hati-hati dalam memberikan statemen. Ia selalu memikirkan pilihan kata-kata untuk mendorong suasana konstruktif.

Menurutnya, masyarakat tengah berada dalam situasi kurang kondusif mengingat pandemi Covid-19 berdampak langsung pada kehidupan sosial ekonomi. Sebuah pernyataan jika disampaikan kurang hati-hati, bisa berujung pada penolakan.

Mayjen TNI Tugas Ratmono. (Foto. Joko Dolok)

Ketika sempat muncul nada-nada pesimis dari sebagian kalangan saat kasus Covid kembali melonjak, ia tidak ikut-ikutan. Mayjen Tugas tetap menyuarakan nada optimis di setiap kesempatan.

“Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet siap dan sanggup merawat pasien Covid-19,” katanya dalam sebuah jumpa pers yang diikuti para pejabat di pertengahan November 2021 saat grafik Covid kembali melonjak.

Mayjen Tugas memang selalu ingin membawa suasana sejuk dalam setiap kesempatan. Baginya dengan suasana kondusif, akan muncul kesadaran dari setiap insan untuk turut berbuat optimal dalam penanganan Covid-19.

Dalam gambaran besar Mayjen Tugas, paska Covid-19, masyarakat negeri ini akan memiliki perilaku disiplin kolektif yang muncul dari kebiasaan penanganan Covid-19. Harapannya, terlahirlah sebuah peradaban baru, lebih disiplin, bersih, kompak, dan konstruktif.

Visi misi besar Mayjen Tugas tersebut setidaknya sudah berhasil dijalankan di RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Ia menorehkan prestasi spesial, membawa seluruh nakes dibawah bimbingannya selamat dalam penanganan Covid-19.

Prestasi konkret Mayjen TNI Dr. dr Tugas Ratmono, SpS, MARS, MH tersebut, tentu akan dikenang dalam catatan tinta emas sejarah penanganan Covid-19 di tanah air. Catatan tersebut akan menjadi pembelajaran bagi generasi kini dan mendatang dalam penanganan peristiwa serupa.(MM)

Exit mobile version