Suarabali.co.id – Desa Tenganan Pegringsingan, salah satu desa tradisional di Bali, masih kokoh memegang adat dan tradisi leluhur. Di tengah perubahan zaman, ada sosok Mang Jhony, atau Komang Suweca, yang terus menjaga kelestarian seni menenun dan melukis daun lontar, seni tradisional yang mulai langka.
Setiap hari, Mang Jhony dapat ditemukan di sebuah sudut kecil desa, dengan peralatan sederhana: sebuah kursi plastik dan meja kecil yang memajang karya-karyanya. Di tempat itulah, ia membuat atraksi bagi wisatawan yang datang untuk menyaksikan proses melukis daun lontar, sebuah seni yang membutuhkan ketekunan dan keterampilan yang mendalam.
Namun, masa pandemi COVID-19 sempat menggoyahkan rutinitas Mang Jhony. Saat turis tak lagi datang, pekerjaan melukis daun lontar yang menjadi tumpuan hidupnya terhenti. Tak ingin menyerah pada keadaan, Mang Jhony beralih profesi menjadi pembuat minuman tradisional khas desa Tenganan, yaitu tuak, yang dikenal dengan sebutan biing kawat. Selama masa-masa sulit itu, ia tidak menyentuh daun lontar, fokus pada cara bertahan hidup.
Kini, setelah situasi kembali normal, Mang Jhony kembali kepada kecintaannya: melukis daun lontar. Tak hanya sekadar berkarya, ia juga senang berbagi ilmunya. Salah satu momen inspiratif adalah ketika Mang Jhony memberikan demonstrasi melukis daun lontar kepada seorang turis yang menginap di sebuah resor di Candidasa. Dengan sabar, ia menjelaskan setiap langkah dalam proses melukis, memperlihatkan hasil karya yang memukau dari dedaunan yang telah diolah dengan ketelitian.
“Saya jalani saja apa yang ada,” kata Mang Jhony dengan rendah hati, menggambarkan filosofi hidup yang sederhana. Baginya, melukis daun lontar bukan sekadar pekerjaan, melainkan cara untuk menjaga warisan budaya yang telah ada turun-temurun di Tenganan.
Meski seni melukis daun lontar semakin jarang ditemui di Bali, Mang Jhony merasa bangga bisa melestarikan tradisi ini. Dengan ketekunan dan keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun, ia berharap seni ini tetap hidup dan dikenal oleh generasi berikutnya.
Desa Tenganan Pegringsingan tidak hanya menjadi saksi bisu perjalanan Mang Jhony, tetapi juga menjadi tempat di mana tradisi terus dilestarikan. Mang Jhony, dengan segala kesederhanaannya, adalah salah satu penjaga tradisi yang berusaha memastikan budaya dan seni lontar tetap hidup di Bali, di tengah arus modernisasi yang semakin deras.