Probolinggo, reportasenews.com – Petilasan Syekh Maulana Ishaq, di Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, tepatnya di Dusun Punden, Desa Kregenan, Kecamatan Kraksaan, hingga kini masih banyak di kunjungi para peziarah, dari dalam dan luar daerah Probolinggo.
Saat reportasenews.com bertandang di lokasi komplek petilasan Syekh Maulana Ishaq, terlihat dikelilingi pagar batu bata kuno. Lebarnya sekitar 100 x 50 m. Didalam komplek petilasan berdiri sebuah pendapa, disisi utara pendapa tersebut ada sebuah ruangan. Diruangan berukuran sekitar 3 x 4 meter tanpa langi langit itu, terdapat sebuah makam. Makam inilah yang sering dikunjungi warga untuk menggelar tahlil dan mengaji.
Untuk menuju petilasan ini melewati dua Desa. Yakni, Desa Sukomulyo, Kecamatan Pajarakan dan Desa Rondokuning, Kecamatan Kraksaan. Pohon beringin besar menjulang yang berada didepan komplek petilasan itu, menjadi penanda keberadaan petilasan, selain makam umum yang berada dibelakang komplek petilasan.
“Warga menyebutnya beringin kembar atau Sentono. Tak heran, nama daerah sini lebih dikenal dengan nama Sentono,”terang Husna, warga setempat.
Komplek petilasan Syekh Maulana Ishak, sangat mudah ditemukan. Jaraknya sekitar tiga kilometer keselatan dari pertigaan jalur pantura Pajarakan atau barat Polres Probolinggo.
Hasin (64) juru kunci petilasan setempat mengatakan, berdasarkan cerita leluhurnya, petilasan tersebut mulai ramai dikunjungi warga sejak sekitar tahun 1940-an. Selain tahlil dan mengaji. Masyarakat juga memanfaatkan keberadaan sebuah sumber air yang ditampung dalam sebuah kendi berukuran besar (Gentong). Air tersebut diyakini membawa berkah dan kesehatan bagi yang meminumnya.
Juru kunci kedelapan itu, menceritakan, berdasarkan cerita dari leluhurnya, ketika Syekh Maulana Ishak menyebarkan agama islam di pulau Jawa, di awal abad 14 M. Syekh Maulana Ishak sempat beristirahat di daerah Desa Kregenan, sebelum menuju daerah Blambangan, Banyuwangi.
“Disini tiap malam jumat legi juga ramai dikunjungi masyarakat. Tidak hanya masyarakat sini, dari Madura, Makassar, Sumatara, Kalimantan dan daerah lain sering berkunjung kesini. Mereka datang untuk ziarah, menggelar tahlil dan mengaji disalah satu makam yang ada didalam komplek petilasan. Bahkan, ada yang sampai menginap,”katanya.
Hingga saat ini perawatan petilasan setempat menggunakan dana sumbangan dari pengunjung yang hampir tiap hari datang, selain Jumat legi dan pada perayaan lebaran ketupat. Selain itu, perawatan petilasan setempat juga berasal dari swadaya masyarakat setempat.
“Selain petilasan disini, beliau meninggalkan sebuah sumber mata air yang berada didalam gentong. Harapan saya, karena menjadi warisan leluhur, petilasan ini bisa mendapat perhatian lebih dari pemkab Probolinggo. Sebab, bisa mendongkrak perekonomian masyarakat sekitar,” harapnya.(dic)