Posko Cidahu Sukabumi
DI REST area di ujung pintu Tol Jagorawi kami bersua dengan Kang Dede, Bang Eha dan beberapa tim liputan yang sudah bergeser dari Bandara Halim Perdana Kusuma. Konsolidasi pun dilakukan, kami membagi tim untuk menuju beberapa titik yang menjadi gerbang pendakian Gunung Salak. Diapit dua kabupaten yaitu Bogor dan Sukabumi, gunung ini memang punya beberapa gerbang pendakian. Beberapa teman meluncur ke Bogor sementara yang lainnya menuju Sukabumi.
Kamis dinihari, 10 Mei 2012, Malam masih pekat, dingin yang menusuk tulang tidak mengusik orang-orang berseragam, berjaket dan berselimut sarung itu . Angota Basarnas, tentara, polisi , wartawan , pecinta alam dan warga sekitar berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil di beberapa sudut. Dengan penerangan seadanya mereka lalui malam yang kelam dengan tanda tanya yang sama, dimanakah Sukhoi berada ?
Di sisi barat berdiri bangunan kayu yang tampak mencolok karena lampu penerangnya lebih besar dibanding yang lain. Inilah Posko Utama Cidahu yang menjadi pusat informasi dan kordinasi pendakian Gunung Salak di Sukabumi.
Beberapa orang dengan tergesa keluar masuk ruangan . Saya dan beberapa teman Trans TVsegera bergabung dengan wartawan lain mengerumuni lelaki setengah tua yang duduk di kursi kayu. Berseragam lengkap dengan topi bertuliskan Basarnas, Pak Ketut melayani setiap pertanyaan wartawan seputar informasi terakhir dan rencana pencarian pesawat Sukhoi.
Sementara itu jalan sempit menuju posko Cidahu itu terus disesaki kendaraan roda empat. Mobil wartawan relawan dan pasukan TNI terus berdatangan.
Sekitar pukul 02.00 WIB dini hari para tetua rombongan menggelar briefing. Ada di antara mereka kepala operasi penyelamatan korban Sukhoi, Komandan Marinir, Paskhas, Kapolres, Dandim Sukabumi, Anggota Wanadri dan tim dari Trans TV.
Peta digelar, koordinat 06° 43′ 08″ Lintang Selatan dan 106° 43′ 15″ Bujur Timur dimana Sukhoi terakhir kehilangan kontak menjadi target . “ Itu di sekitar Puncak Sumbul” kata Kang Asep, Pendaki Senior Wanadri.
Ia begitu mengenal Gunung Salak karena sering melakukan kegiatan petualangan di gunung berapi yang memiliki beberapa puncak, di antarnya Puncak Salak I, Salak II dan Puncak Sumbul.
Rapat menyepakati membentuk tim berjumlah sekitar 45 orang yang dibagi menjadi 3 search rescue unit (SRU). Tim advance ini bertugas untuk menyisir, memetakan lokasi dan membuat sub posko SAR untuk kordinasi dan evakuasi di Posko Bajuri, sebuah tempat disekitar Kawah Ratu Gunung Salak.
Asisten Produser dan Reporter Transtv, Albert Sumilat (Abe) dan Ivan ada diantara relawan itu. Abe dan Ivan memang pegiat aktifis alam bebas. Mereka biasa mendaki gunung di Indonesia.
Kehilangan sahabat Adit dan Ismi membuat Abe tak ambil pusing untuk meninggalkan cutinya. Ia saya kontak ketika sedang berfutsal ria di Jakarta.
Naluri sebagai seorang pendaki pun menyala.Tak perlu menunggu lama semua peralatan yang biasa dibawanya saat mendaki pun dikemasi. Kini ia sudah ada dibarisan bersama Irfan dan relawan lainnya.
Usai briefing kelompok dan persiapan, sekitar pukul 16.00 WIB, mereka pun berangkat. Saya tatap punggung mereka yang terus menjauh dan sejurus kemudian hilang dikegelapan belantara Cidahu. Masih terasa hingga kini, jabat, peluk hangat dan doa saat melepas mereka.
“Selamat jalan, selamat bertugas kawan, segera bawa kabar gembira ya bro…, semoga semua selamat” bisik saya yang dijawab dengan senyum dan anggukan Abe dan Irfan.
PESAWAT CANGGIH BERKEPING-KEPING
Laporan langsung melalui telepon seluler terasa berbeda. Terutama saat di tengah laporan saya lafalkan nama Adit dan Ismi . tercekat, sesak dan bergetar rasanya membayangkan nasib mereka. Entah bagaimana para penumpang Sukhoi menghadapi gelap dan dinginnya belantara Gunung Salak..
Fajar mulai merekah, bayangan raksasa berbentuk kerucut itu muncul di balik kabut. Laksana sang raja.
ia begitu berkharisma dengan singgasana berupa hamparan lembah hijau berselendang kabut yang lembut. Ia pun tampak semakin digjaya, tegak kokoh dalam naungan langit biru pagi yang masih pekat.
Namun dibalik pesonanya itu ada pancaran misteri yang membuat hati ini gentar. Saya dan Muhar terpaku menatap gunung itu. Lidah terasa kelu dan tak terasa mata kami pun berkaca-kaca.
“Adit dan Ismi ada disana Muh, menunggu kita” ujar saya memecah kebuntuan.
Muhar hanya terdiam sambil terus matanya yang basah menatap gunung itu. Diam-diam kami langitkan doa dan asa, semoga hari ini ada titik terang dimana mereka berada. (bersambung…)