Titik Terang Pesawat Sukhoi
PAGI yang cerah tiba-tiba koyak oleh raungan Superpuma. Syukulah tim SAR udara mulai beraksi . Pesawat Heli milik TNI Angkatan Udara itu berputar-putar di atas gunung salak untuk menyisir daerah yang diduga menjadi tempat jatuhnya pesawat Sukhoi.
Tak berselang lama Muhar mengabarkan ada titik terang dimana Sukhoi berada. Ia mendapatkan soundbite (wawancara) Pak Ketut bahwa Tim SAR Udara sudah melihat puing pesawat Sukhoi di antara runtuhan tebing di daerah Cijeruk Bogor.
Informasi ini membuat sedikit lega kami semua. Tak terasa adrenalin pun berpacu. Semua Tim SAR bergegas pindah kearah Cijeruk. Mas Gatot (Gatot Triyanto) dan tim live{ dikomandani Djim Rahmadi) yang pagi itu juga sudah hadir di lokasi serta merta bergeser ke arah Cijeruk. Seperti rombogan pawai, SNG dan Ob Van serta puluhan kendaraan berbaris panjang meninggalkan Posko Cidahu. Jalan sempit dan jalur macet Sukabumi Bogor kami lalui dengan pikiran berkecamuk. Berbagai pertanyaan muncul dibenak kami, namun kami masih berharap mereka selamat.
Setiba di lokasi suasana padat dan panas begitu terasa. Mobil hilir mudik mengangkut rombongan Tim SAR. Belum lagi kendaraan tim live dari berbagai stasiun TV yang beradu cepat mendapatkan tempat parkir terbaik .
Kampung Loji,Desa Pasir Jaya, Cigombong, Kabupaten Bogor ini pun berubah menjadi ramai dan heboh. Masyarakat berbondong-bondong mendatangi sebuah lapangan milik sekolah dasar yang jadi tempat parkir kendaraan.
Sementara itu di lapangan merah yang letaknya tak jauh dari kampung loji didirikanlah Posko SAR . Rencananya evakuasi korban akan dipusatkan di sini.
Usai handling live dengan Reporter Cici buat program reportase siang saya segera berkemas . Ba’da Dzuhur saya dan kameraman Arif Dayat berangkat bersama tim relawan dan seorang wartawan televisi lokal melalui jalur Kampung Loji ini.
Terus terang , sebetulnya fisik saya tidak terlalu siap untuk pendakian, terlebih baru begadang semalaman. Saya dan Dayat pun belum pernah mendaki Gunung Salak dari jalur ini.
Pendakian terakhir ke Gunung Salak saya lakukan sekitar 18 tahun lalu melalui jalur Curug Nangka Ciapus Bogor. Sementara Arif Dayat belum pernah sekalipun mendaki gunung.
Entah mungkin karena dorongan kuat ingin ikut mencari sahabat yang hilang saya dan Arif menguatkan hati untuk tetap berangkat. Saya merasa tenang karena rombongan Tim SAR dari marinir dan beberapa relawan lain melalui jalur yang sama.
Menyusuri jalur ini kami harus melalui perkebunan kopi dan teh hingga kami bertemu padang rumput yang tinggi. Jalan setapak ini terus menanjak dengan kemiringan 45 derajat.
Sedari awal saya tahu ini tidaklah mudah, namun kaki ini saya paksa untuk terus merentang jarak, sembari mencari kekuatan dengan membayangkan wajah Adit dan Ismi.
Berlalu- lalulah perkebunan kopi dan teh. Lewat sudah padang rumput yang tinggi. kini kami harus menerabas semak belukar yang lebat. Kami harus hati-hati karena begitu banyak onak dan duri. Usai semak belukar tibalah kami di jalur rimba dengan kemiringan yang lebih tinggi. Terintimidasi rasanya melihat jalur itu. Tapi apa mau dikata , kami harus lewati jalan itu.
Matahari semakin condong ke barat, cahayanya masih bisa menerabas lebatnya hutan Gunung Salak. Kendati kerapatan hutan membentuk kanopi yang teduh, tetap saja tersengal saya melahap jalur itu.
Syukurnya diantara keringat yang meleleh ada yang membuat hati lega. Kami bersua dengan kawan setujuan. Mereka adalah para relawan yang turut nge-SAR Sukhoi. Dalam baku sua yang singkat terbinalah keakraban. Kami sesama pendaki memang selalu saling menguatkan. Terlebih ini bukan pendakian biasa.
Rombongan kami pun semakin ramai. Ada pramuka, Tagana, warga lokal, dan beberapa wartawan dari beberapa media. Sementara anggota Marinir sudah melesat jauh meninggalkan kami.
Ya bisa dimengertilah, secara mereka kan makanannya beda dengan kita yang sipil ini. Nasi dan lauk boleh sama tapi latihan fisik dan mental mereka khan jadi makanan wajib setiap hari.
Hari semakin redup, sebentar lagi gelap. Jalan setapak dengan kemiringan sekitar 60 derajat ini seperti tidak berujung. Entah sudah berapa rombongan yang surut dan balik pulang. “Abang lanjut? “ Tanya seorang wartawan TV yang sedari awal bareng dengan kami.
Saya Cuma mengangguk, pilihan untuk kembali kami persilakan. Sebelum berlalu wajah-wajah lelah itu berusaha tersenyum. Mereka sebisanya sudah membujuk kami untuk bersama turun, tapi kami bergeming.
Sejurus kemudian jalur jadi sepi, hanya tinggal kami berdua. Teman seperjalanan kami yang lebih dari sepuluh orang itu telah kembali pulang. Diujung senja saya dan Arif menyiapkan tenda seadanya. Kami akan bermalam di sini untuk melanjutkan perjalanan besok pagi. (bersambung…)