Investigasi ReportaseNews.com
BALI RN.COM – Sektor pariwisata masih menjadi andalan bagi sebagian besar masyarakat di Pulau Bali.
Eksotisme alam Pulau Bali yang menjadi magnet bagi para wisatawan mancanegara dan domestic.
Siapa yang tidak akan mengagumi keindahan alam Pulau Dewata ini, panorama, keunikan budaya, karya seni dan keramahan masyarakatnya, menjadikan Pulau Bali tempat yang menarik untuk dikunjungi dan masuk ke dalam daerah kunjungan wisata dunia.
Namun dari para pelancong dunia yang menjadi pemasok devisa negara kita ini, ada diantaranya yang menghancurkan masa depan anak-anak Bali.
Mereka berkedok menjadi orang tua asuh pada hal mereka adalah predator pemangsa anak-anak bangsa atau kaum pedofils.
Dibalik keindahan Pulau Bali yang disebut sebagi sorganya dunia, ternyata terdapat cerita pilu bahkan bagaikan neraka bagi anak-anak Bali.
Mereka menjadi mangsa para predator dunia. Pulau seribu pura dijadikan tujuan wisata seks bagi kaum pedofil.
Berkedok sebagai turis, kaum pedofil melakukan perjalanan ke Pulau Bali demi mendapatkan akses seksual menyimpang terhadap anak-anak.
Masih lekat dalam ingatan Cenik(bukan nama sebenarnya-red), buah hati yang disayanginya mengalami pelecehan seks oleh MarJ (43 tahun), wisatawan Perancis .
Marj berkedok sebagai orang tua angkat, putra tercintanya justru menjadi mangsa predator pedofil.
“Sedih sekali. Saat itu anak saya masih di sekolah dasar, dia sering pingsan. Tiap datang murid ke sini, saya terkejut pasti anak saya pingsan lagi, “ tutur Cenik sambal menahan tangisnya.
Peristiwa tujuh tahun lalu itu masih menyisakan luka di hati Putu , 13 tahun ( bukan nama sebenarnya-red). Menjadi korban pedofilia adalah peristiwa terburuk di dalam hidupnya.
Diusianya yang masih belia Putu harus mengalami pelecehan seksual yang dilakukan orang dewasa.
“Saat itu saya selalu diberi susu. Saya tidak tahu ada apa di dalam susu itu. Karena setelah saya minum susu saya merasa ngantuk. Besoknya saya bangun sudah telanjang bulat. Mungkin pada saat saya tak sadar dia memasukkan kemaluannya, otomatis besoknya saya merasa kesakitan, saya merintih,” ungkap Putu sambal berlinang air mata.
Lebih lanjut Putu menuturkan, setelah peristiwa itu saya merasa sebagai orang yang sangat dikucilkan. Saya takut bergaul dengan teman-teman sebaya.
Untuk menceritakannya saya malu, saya takut dipermalukan teman-teman.
Memang bukan perkara mudah, menghilangkan trauma sebagai korban pelecehan seksual.
Putu pun tak ingin balas dendam untuk menjadi predator pemangsa anak-anak kecil lainnya.
Aksi predator pemangsa anak-anak di Pulau Bali disinyalir sudah berlangsug lama. Para Korbannya pun merasakan dampak buruknya.
Saat ini dibutuhkan perhatian dan penangan yang tepat dari pemerintah, agar para korban kejahatan pedofil bias terlepas dari trauma dan menjalani kehidupan seksualnya secara normal.
“Kaum pedofil akan membuah rencana matang supaya tidak terjadi masalah dan setelah dia merasa aman, baru dia bergerak,” kata Prof.Dr.dr Luh Ketut Suryani, SpKJ.
Dari kasus-kasus yang ada, praktik pedofilia terjadi di daerah pedesaan. Dengan modus sebagai turis, guru Bahasa asing, bapak angkat, pekerja social atau LSM.
Para predator dengan mudah menghampiri mangsanya. Penelusuran tim reportasenews.com ke sejumlah tempat di wilayah Utara Bali, tepatnya di kawasan pemandian umum, banyak wisatawan pria mandi bersama anak-anak di dalam kolam alami.
Putu, hanya salah satu anak yang menjadi korban kejahatan pedofil. Masih banyak Putu Putu lainnya yang menderita akibat predator pedofil dunia.
Dari data yang dimiliki Committee Against Sexual Abuse (CASA) selama kurun waktu dari tahun ke tahun ada peningkatan kasus.
“Pedofil adalah tindakan kriminal yang menghancurkan masa depan anak, tidak ada rasa cinta kasih karna dia juga menjadi korban. Dia akan mencari korban-korban lainnya dan dia akan menjadi pedofil,” kata Presiden CASA Prof.Dr.dr Luh Ketut Suryani, SpKJ.
Dibutuhkan peran pemerintah untuk melindungi anak-anak Indonesia dari kejahatan para pedofil dunia. (Redaksi)