Oleh: Kombes Pol Chrysnanda DL
JAKARTA RN.COM – Perilaku para birokrat sering kali menampakkan dirinya sebagai penguasa, pemegang kewenangan, sehingga memposisikan dirinya di atas tahta singgasana.
Apa yang dipikirkan dikatakan dan yang dilakukan seakan akan ingin menunjukkan kalau kalian ( rakyat) tidak manut saya, tdk menghormati saya, saya bisa melakukan apa saja untuk mematikan dirimu.
Mereka bagai ndoro feodal yang harus dipuja-puji dan beri upeti di sana sini. Di sisi lain para kaum konglomerat sebagai kaum berduitpun mengcopy paste perilaku para birokratnya. Saya punya uang banyak, kalau kamu macem-macem saya bisa menyengsarakanmu. Rakyat lagi yang menjadi sasaran atau harus menanggung beban.
Kaum birokrat dan kaum berduit bersatu saling tukar menukar jasa. Yang satu kelebihan kewenangan namun minus uang. Yg satu lagi kelebihan uang namun minus uang. Awal mulanya kaum berduit ini meminta hak istimewa dengan membayar (menyuap, atau diperas).
Ia rela membayar asal diberi hak monopoli atau bisa melakukan yang ilegal. Para birokrat ini lama kelamaan kecanduan, mereka bukan lagi menyetir namun sebaliknya disetir. Bagai anjing yang mengiba diberi daging.
Sikap para birokrat dan kaum-kaum berduit ternya berimplikasi luas, di copy paste juga oleh kaum-kaum yang memiliki massa atau pengikut, yang memposisikan dirinya sejajar dengan mereka.
Tanpa sadar massa inipun dijadikan kekuatan bargaining untuk menguasai sumber daya atau kebagian mengelola sumber daya. Siapa yang jadi sasaran dan korban ? Lagi-lagi yang lemah, yang tidak berdaya.
Mereka hanya pasrah, berdoa dan berharap datang satria piningit sebagai ratu adil sang pembebas dari penjajahan oleh bangsanya sendiri.(Redaksi)