Liputan Khusus Reklamasi
Batam, reportasenews.com – Pemerintah Kota Batam lewat Badan Pengendali Dampak Lingkungan Derah (Bapedalda) menghentikan proyek reklamasi karena tidak mengikuti prosedur reklamasi. Penghentian reklamasi itu karena Tim 9 yang dibentuk Pemerintah Kota Batam menemukan sejumlah pelanggaran dan peyimpangan proses reklamasi.
“Akibat proses tidak mengikuti kaidah Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), maka terjadi perusakan lingkungan seperti sedimentasi. Selain itu queri (bahan urukan) yang digunakan tidak sesuai seperti tanah yang langsung diurukkan ke laut,” kata Kepala Bapedalda Batam Dendi Purnomo ketika ditemui oleh Reportasenews.com.
Keputusan penghentian reklamasi itu, kata Dendi, sesuai dengan hasil survei Tim 9 yang di dalamnya termasuk Pemkot Batam dan Badan penguasaan (BP) Batam. Tim 9 menemukan sejumlah pelanggaran atau penyimpangan.
Akibat penyimpangan prosedur itu, di laut terjadi sedimentasi. Sedangkan di darat terjadi perubahan kontur atau bentangan alam.
“Bila ini dibiarkan maka akan terjadi keruskan semakin parah terhadap alam. saat ini saja sudah terjadi kerusakan. Untuk itu kami memutuskan untuk menghentikan sementara,” ujar Dendi Purnomo.
“Cara menimbunnya, dari mana sumber timbunannya. Yang didalami yang cakupannya luas dan penting,” lanjut Dendi.
Temuan lainnya adalah pelaksana reklamasi tidak berizin dari kementerian. Mereka tetap meneruskan proyek tersebut walau tak berizin. Namun, ada pula pemilik lahan yang terkena penghentian sementara karena tidak memanfaatkan izin yang diberikan.
“Kita status quo-kan. Kami evaluasi. Selain itu juga ada yang punya izin ‘cut and fill’ dari BP Batam, tapi bukan izin reklamasi dari Kementerian. Ini semua kami evaluasi,” tutur Dendi.
Total ada 14 titik reklamasi yang diberhentikan sementara, di antaranya Tering Batam Centre, Ocarina, Pulau Janda Berhias, Teluk Bokor Tiban Utara, Batumerah Batuampar, Bengkong, dan pesisir di pantai timur Batam.
Ia menjelaskan, izin reklamasi pantai dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Kehutanan (KP2K). Sebab, pengawasan pantai dan laut berada di Dinas Kelautan. Dengan demikian, KP2K berwenang dalam perizinan reklamasi di Batam.
“Karena Perwako (Peraturan Wali Kota Batam Nomor 54 Tahun 2013) tidak berfungsi, sekarang reklamasi ditangani oleh Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Batam,” ujar Dendi.
Data yang diperoleh Reportasenews.com menyebutkan luas hutan bakau yang awalnya 24 persen dari total luas Batam, kini hanya tinggal empat persen akibat kegiatan reklamasi.
Di Batam, belum ada peraturan daerah yang mengatur mengenai reklamasi. Kegiatan reklamasi hanya diatur melalui Peraturan Wali Kota (Perwako) No 54 Tahun 2013.
Di Perwako ini, Wali Kota Batam adalah pejabat yang berwenang mengeluarkan izin reklamasi melalui Dinas KP2K (Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Kehutanan) Kota Batam.
Disebutkan di Perwako ini, wali kota berwenang memberikan izin reklamasi 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi dan di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemko Batam.
Namun, banyak kegiatan reklamasi sudah menyalahi Perwako yang ditandatangani oleh Ahmad Dahlan ini seperti reklamasi tidak boleh di alur laut dan jalur pelayaran. Serta tetap menjaga lingkungan agar tidak terjadi kerusakan seperti pemotongan bukit dan pengrusakan hutan bakau.
Kenyataannya ketika Reportasenews.com meninjau kegiatan reklamasi di Batam, tanaman bakau mati akibat reklamasi, sementara kondisi pantai yang dulu air lautnya jernih menjadi warna oranye akibat guyuran air dari bukit yang telah ditebas untuk reklamasi.
Selain itu, di Perwako tertulis reklamasi di atas 25 hektare harus mendapat izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selain itu, tidak tertera secara spesifik aturan mengenai pajak reklamasi.
Terdapat puluhan hingga ratusan titik reklamasi di Batam, diantaranya:
- Patam Lestari
Mulai ujung Tiban V sampai ke Patam Lestari, nyaris habis direklamasi. Bukit-bukit di sekitar daerah itu nyaris habis dipotong. Tanahnya dibuat untuk menimbun laut dan menghancurkan hutan bakau. - Bengkong Laut
Kawasan di belakang Restauran Golden Prawn, Bengkong Laut dulunya merupakan pantai dengan banyak hutan bakau. Kini, di sana sudah berdiri perumahan, pertokoan dan kawasan wisata. - Kampung Belian
Kawasan ini bisa dibilang alur pelayaran kapal. Namun kawasan pantainya sudah puluhan hektar direklamasi. Proyek reklamasi disini sudah terjadi sekitar 10 tahun lalu dan dijadikan kawasan perumahan, wisata dan pertokoan. - Nongsa
Reklamasi di Kampung Tereh, Kelembak, Sambau dan beberapa lokasi lain. - Batam Centre Di Batam Centre, lokasi reklamasi dekat Pelabuhan Batam Centre dan sudah jadi kawasan wisata dan perumahan.
- Pulau Bokor,
Reklamasi yang dilakukan di Pulau Bokor seluas 361 hektare melalui izin yang diperoleh empat perusahaan. Dalam tataran kepemilikan, PT Berantai Bay Storage seluas 87
hektare, PT Rempang Sunset seluas 105 hektare, PT Sunset Sukses seluas 101 hektare dan PT Power Land seluas 68 hektare.
Dengan fakta tersebut mungkinkah reklamasi di Batam bakal dilanjutkan mengingat kerugian terhadap alam dan lingkungan serta dari Pemerintah Kota Batam demikian tinggi? (ham/hsg)