Medan, reportasenews.com – Sekitar seratus penarik betor dan angkutan kota (angkot) kembali berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut. Tuntutannya tetap sama, mereka meminta pemerintah agar bisa menutup angkutan umum berbasis online.
Mereka menilai angkutan umum online tidak memiliki izin. Apalagi menurut mereka angkutan umum online melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan.
Sekretaris Solidaritas Angkutan Transportasi Umum (SATU) Nasrizal mengatakan, angkutan umum online telah merampas hak mereka. Selama beroperasi, angkutan online dinilai sudah mengurangi penghasilan mereka.
“Aplikasi angkutan umum online ini harus ditutup. Karena gak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mereka melanggar peraturan,” kata Nasrizal saat beraksi.
Selain itu, mereka juga menuntut rekan mereka dibebaskan dari penjara karena kasus penganiayaan terhadap pengemudi Grab Car.
“Kita minta agar teman kita itu dibebaskan. Sesuai janji Wakapolrestabes Medan, setelah mediasi dan diperiksa kawan kita itu harus dikeluarkan,” katanya.
Massa yang datang ke DPRD Sumut juga menggelar orasi yang isinya mengecam transportasi berbasis online. Mereka juga heran, kenapa pemerintah terkesan tidak berani mengambil keputusan untuk menutup dan melarang taransportasi online beroperasi.
“Kenapa Gubsu dan wali kota tidak berani. Apa ada udang di balik peyek. Di Jogja saja pemerintahnya berani,” teriak seorang pebetor.
Dari informasi yang beredar, aksi akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut.
Aksi kali ini adalah lanjutan dari aksi sebelumnya. Pada tanggal 21 Februari 2017, ribuan pebetor menggelar aksi serupa. Bahkan setelahnya, para pebetor melakukan aksi sweeping terhadap angkutan umum berbasis online.(res)