Perancis, reportasenews.com – Dibawah pengawasan ketat 50 ribu polisi dan 7000 militer bersenjata, pemilu Perancis putaran pertama membuahkan Emmanuel Macron sebagai pemenang. Dia hanya selisih 2 persen poin dari lawan kuatnya “politisi wanita pembenci muslim”, Marine Le Pen.
Emmanuel Macron, mantan bankir berusia 39 tahun yang keluar dari Partai Sosialis menjalankan ambisinya untuk menjadi Presiden Prancis, telah memenangkan pemilihan putaran pertama negara tersebut, demikian menurut proyeksi awal hasil dari 47 juta pemilih.
Karena tidak ada kandidat yang meraih mayoritas mutlak, kedua kandidat utama tersebut akan memimpin pemungutan suara pada tanggal 7 Mei besok.
Benoit Hamon (sosialis) mengakui kekalahan begitu angka yang diproyeksikan keluar. Dia mengatakan kepada pendukungnya yang tersisa untuk merapatkan barisan di belakang Macron, untuk mengalahkan Le Pen.
Kandidat lainnya yang kalah diputaran pertama ini, Francois Fillon dari Partai Republik, juga meminta pendukungnya untuk mendukung Macron dalam pemungutan suara kedua besok.
Macron mempunyai slogan ‘En Marche!’ (‘Maju terus!’) , sebuah gerakan politik setahun yang lalu yang digebrak oleh dia saat menjadi menteri ekonomi termuda dalam sejarah Perancis.
Dia membingkai dirinya sebagai seorang “sentris radikal”, yang menginginkan ekonomi nasional lebih ramah bisnis dalam masyarakat liberal.
Saingannya menyerang kebijakan sentris Macron dan mencoba menjepitnya dengan tudingan sebagai penerus ide Francois Hollande, presiden paling populer di Prancis terdahulu.
Jika dia menang, dia akan menghadapi tantangan untuk memenangkan pemilihan parlemen dengan partai barunya, jika tidak, dia harus memerintahkan melawan parlemen dan perdana menteri yang bermusuhan.
Perekonomian Prancis sedang goyah, masa depan negara ini di Uni Eropa, keamanan dalam negeri melawan terorisme, dan isu imigrasi merupakan topik yang dominan dalam kampanye.
Baik Le Pen dan Melenchon berkampanye melawan UE, sementara Le Pen dan Fillon vokal mengenai kebutuhan akan kontrol imigrasi yang lebih ketat dan tindakan keras keamanan.
Keamanan sangat ketat saat pemilihan, dalam suasana ketakutan setelah Karim Cherufi, seorang penjahat yang pernah dihukum, menembak dan membunuh seorang petugas polisi di Champs Elysees di Paris beberapa hari sebelum pemilihan. Dia dibunuh oleh pasukan keamanan dan sebuah catatan yang membela kelompok Negara Islam ditemukan tergeletak didekat tubuhnya, namun hubungan tersangka dengan ISIS tetap tidak jelas sampai sekarang.
Setelah serangan tersebut, kedua kandidat sayap kanan tersebut menekankan kebijakan keamanan dan imigrasi mereka.
Republikan Fillon bercuit bahwa perang melawan terorisme Islam harus menjadi prioritas presiden berikutnya, dia mengatakan, “kita sedang berperang, tidak ada alternatif, itu kita atau mereka”.
Dan Le Pen menerbitkan banyak tweets yang menganjurkan kebijakannya untuk membatasi suaka bagi pengungsi dan kewarganegaraan untuk para imigran. Dia juga menuntut pengusiran segera semua orang asing dalam daftar tersangka pelaku teror (Hsg)