Liputan Khusus Reklamasi
Batam, reportasenews.com – Reklamasi di Batam Kepulauan Riau menyisakan kecemasan tersendiri bagi para operator telekomunikasi jaringan kabel laut di Batam, pasalnya rekalamasi di Batam mengancam jaringan kabel laut antara Batam dan Singapura, terutama di kawasan Tanjung Bemban, pasalnya arah reklamasi mengarah di kawasan tersebut. padahal semula kawasan Tanjung Bemban dikhususkan bagi jaringan kabel laut.
Namun Badan Pengusahaan (BP) Batam berencana mengubah kawasan yang dilalui kabel laut menjadi kawasan industri dengan reklamasi. Inilah yang di khawatirkan para operator telekomunikasi kabel laut, selain membahayakan jaringan kabel laut lewat reklamasi juga dampak perubahan kawasan industri akan memindahkan landing point yang sudah ada.
Kekawatiran para operator jaringan kabel laut adalah dengan dimunculkan kawasan industri di tempat tersebut, pihak BP Batam mengubah peraturan peruntukan kawasan yang semula untuk landing poin menjadi kawasan industri.
Lebih runyam lagi pihak BP Batam akan membangun dermaga di kawasan tanjung bemban guna pendaratan kapal. Pihak BP batam juga berencana memperdalam laut untuk mendaratkan kapal-kapal besar.
“kalau itu terjadi kan bahaya karena pasti kabel laut bakal tersangkutdi badan kapal dan pasti putus”, ujar Kristoni Situmorang Kepala Operasional Moratel Data Centre Batam.
Kristoni menjelaskan lebih parahnya pihak BP Batam tidak seperti singapura memindah kabel Laut, di Singapura bila memindah landing point maka dipersiapkan dahulu infrastrukturnya bahkan landing point juga disiapkan jadi ibaratnya tinggal pindah dan tanpa membangun sejak awal.
“Sementara di Batam kami disuruh pindah saja tanpa dipersiapkan infrastruknya, jadi mulai dari awal, kalau disuruh pindah begitu saja ya diubah dulu lah undang-undangnya. Sebab kita berada di sini kan berdasarkan amanat undang-undang,jadi kabel laut ini peraturan dari Menkominfo, baru untuk jalur di lautnya itu yang menentukan Hubla, terus terkait dengan syahbandar segala macam terkait dengan lalu lintas keamanan kapal di laut” ujar kristoni.
Akibatnya para operator telekomunikasi melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) namun gugatan itu dikalahkan dan para aossiasi operator kini berjuang di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). “Kami sedang banding dan perkaranya sedang di tangani PT TUN,” ujar Kristoni lagi.
Terkait dengan jaringan kebel bawah laut Kristoni juga mengeluhkan pelayanan Hubla dan syahbandar dibanding di Singapura di Batam masih jauh tertinggal. Di singapura semua kapal yang melewati perairan mereka pasti terdeksi sehingga bila ada kebel putus maka kapal yang memutus kabel laut bakal terdeteksi, sehingga pihak operator dapat melakukan klaim kepada perusahaan pemilik kapal.
“Kami pernah melakukan klaim dan dibayar oleh perusahaan pemilik kapal, sedangkan di Batam sudah berungkali hal itu terjadi namun kami susah kapal mana yang memutus jaringan kabel laut. karena di sini tidak punya alat untuk mendeteksi kapal yang berlalu lalang di perairan Batam,” ujar kristoni.
Sementara, menurut Kristoni, biaya perbaikan bila kabel laut putus sangat mahal bisa mencapai milyaran rupiah.
“Coba bayangkan kalau kabel laut putus akibat kapal besar hilir mudik di area ditanamnya kabel laut. sementara pihak syahbandar atau hubla tidak bisa mendeteksi kapal yang mana yang memutus kabel laut, tentunya kami yang akan menanggung biaya perbaikan,” ujar lelaki asal Medan sumatera utara ini.
“Pintu masuk gerbang untuk koneksi internasional itu di Batam. kalau komunikasi data kiblatnya masih di Singapura, trafiknya dari indonesia di bawa dari indonesia ke Singapura kalau kabel putus koneksi internasioanal bisa black out,” tambahnya.
Guna mensiasati tidak ada alat untuk mendeteksi kapal, pihak Moratel di Batam menggunakan frekfensi Radio Batam, memasang radar sendiri serta menyewa kapal untuk patroli di laut untuk mengingatkan kapal-kapal yang melintas di perairan yang dilewati jaringan kabel laut miliknya.
Persoalan itu ditambah dengan proses reklamasi yang hanya berjarak beberapa meter saja dari jaringan kabel laut. Padahal sudah ada aturan yang menyatakan reklamasi harus berjarak 250 meter ke kanan dan ke kiri dari jaringan kabel laut.
Sementara dari pihak BP Batam, tetap berpegang bahwa izin reklamasi bukanlah kewenagannya.
“Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2011, Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak mengeluarkan izin reklamasi. BP Batam hanya memberikan izin pematangan lahan baik diwilayah daratan maupun di wilayah pesisir, yang peruntukkannya berada di wilayah Kawasan Perdagangan Bedas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam”, Jawab Kepala BP Batam Hatanto Reksodiputro melalui surat elektronik kepada reportasenews.com
Hatanto menambahkan, Terkait dengan pematangan lahan di daerah pesisir di wilayah strategis nasional, maka BP Batam melaksanakan koordinasi dengan kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Untuk memperlancar kegiatan kawasan strategis nasional, BP Batam diberikan wewenang mengeluarkan izin-izin usaha dan izin usaha lainnya yang diperlukan bagi para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di wilayah KPBPB Batam sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (ham/hsg)