JAKARTA, REPORTASE – Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sudah resmi berlaku. Masyarakat pun diminta bijaksana ketika menggunakan media sosial.
Dalam keterangannya Selasa (29/11), pakar keamanan cyber Pratama Persadha, menjelaskan bahwa UU ITE tidak menjadi ancaman kalau masyarakat memperlakukan dunia maya seperti dunia nyata.
“Karena selama ini masih banyak yang beranggapan mereka bisa menjadi siapa saja dan dapat berbuat apa saja di dunia maya ataupun media sosial, itu hal yang salah. Jadi norma-norma yang ada di dunia nyata kita lakukan juga di dunia maya,†ujar Pratama.
Pratama yang juga Chairman dari lembaga riset keamanan cyber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) ini mengatakan, memang ada beberapa poin di UU ITE yang baru ini yang harus perlu dicermati. Ada poin revisi yang memang untuk tujuan baik, tetapi ada juga yang membahayakan kebebasan untuk berekspresi.
“Misalkan ada seseorang yang menyebarkan informasi pencemaran nama baik kepada banyak orang, dan tidak diketahui siapa pembuat yang sebenarnya, siapa pun yang ikut menyebarkan pesan itu bisa terkena pidana,†terang pria asal Cepu ini.
Pratama menghimbau agar masyarakat harus hati-hati, karena pasal pencemaran nama baik ini sering digunakan oleh pihak yang punya jabatan atau kekuasaan, untuk menjerat orang-orang yang dianggap mencemarkan nama baik.
Selanjutnya mengenai poin intersepsi atau penyadapan, menurut Pratama hal ini masih kurang jelas. Jadi siapa saja yang punya alat sadap boleh melakukan penyadapan. Dan kita tidak tahu sedang disadap atau tidak.
“Misalkan ada aparat penegak hukum yang mendapat izin untuk menyadap 5 orang, tetapi kenyataannya ada 10 orang lebih yang disadap, tidak ada yang tahu kan?†ujarnya.
Pratama berharap semoga undang-undang terkait intersepsi atau penyadapan ini benar-benar bisa pro terhadap privasi rakyat. Jadi tidak sembarangan orang bisa disadap.
Terkait poin pemblokiran situs, Pratama menilai pemerintah tidak bisa secara sembarangan dan tiba-tiba memblokir suatu situs.
“Tidak bisa begitu saja melakukan pemblokiran situs karena dianggap membahayakan atau melanggar hukum oleh segilintir pihak. Seharusnya itu butuh proses. Pasal ini juga perlu dikawal,†jelasnya.
Terakhir, Pratama menambahkan, UU ini nantinya akan digunakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Kalau ternyata lebih banyak kontra daripada pro, ini akan menimbulkan pertanyaan. Seharusnya peraturan itu digunakan untuk melindungi, bukan untuk menjerat atau menyakiti masyarakat. Bukan juga untuk membelenggu kebebasan berekspresi masyarakat.
“Tapi dengan adanya revisi UU ITE ini, orang tidak lagi berbicara sembarangan dan hal negatif lainnya di dunia cyber,†tutupnya. (Redaksi)