Jakarta, reportasenews.com-Walau situasi politik jelang Pilkada Serentak 2017 ini terus memanas, namun indeks kepercayaan tetap tinggi.
Menurut hasil penelitian Edelman Trust Barometer 2017, menunjukkan Indonesia mengalami kenaikan di keseluruhan Indeks Kepercayaan pada empat institusi: pemerintah, bisnis, media dan NGO, menjadi 69 poin dari 62 pada tahun lalu.
Dalam release yang diterima, disebutkan ketika tingkat kepercayaan menurun di 21 dari 28 negara yang disurvei—penurunan terbesar sejak survei ini memasukkan populasi umum pada 2012—Indonesia menguat sebagai satu dari tiga negara dengan Indeks Kepercayaan tertinggi
Peristiwa-peristiwa global tak terduga yang terjadi pada 2016 tampaknya mengonfirmasikan penurunan tingkat kepercayaan global pada keempat institusi yang disurvei.
Hal ini tertuang dalam Trust Barometer 2017 yang mengindikasikan adanya krisis kepercayaan global karena saat ini dua dari tiga negara termasuk sebagai distrusters atau negara dengan Indeks Kepercayaan rendah.
Namun sebaliknya, Indeks Kepercayaan Indonesia tetap kuat dengan naiknya tingkat kepercayaan tertinggi pada pemerintah sebanyak 13 poin menjadi 71 persen.
Reformasi ekonomi secara struktural dan fokus pada kesejahteraan masyarakat telah menjadikan Indonesia sebagai trusters, yaitu negara dengan Indeks Kepercayaan di atas 60.
“Hasil studi untuk Indonesia tahun ini menunjukkan bahwa model yang diterapkan pemerintah untuk menutup kesenjangan antara kelompok elite dan masyarakat umum, serta memberikan peluang pendapatan yang merata dan infrastruktur sosial, telah diterima dengan baik,” kata CEO Edelman Indonesia, Raymond Siva.
Thomas Lembong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) hadir sebagai pembicara dalam acara peluncuran Hasil Edelman Trust Barometer Indonesia ke-9.
Thomas Lembong mengatakan, “Kepercayaan adalah hal pokok. Mengatakan kejujuran merupakan hal penting”.
Thomas menambahkan, “Masyarakat percaya bahwa pemerintah berusaha melakukan hal yang benar.” Suahasil Nazara mengatakan, “Janji dan menepati janji adalah kunci kredibilitas.”
Suahasil Nazara mengatakan, “Janji dan menepati janji adalah kunci kredibilitas.”
Dari keempat institusi, bisnis dipandang sebagai institusi yang dapat melakukan perubahan. Tiga dari empat responden setuju bahwa perusahaan seharusnya mengambil tindakan untuk meningkatkan laba sekaligus memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar tempat perusahaan beroperasi. Selain itu, di antara responden yang tidak yakin bahwa sistem—yang meliputi pemerintah, bisnis, media dan NGO—bekerja untuk mereka, adalah bisnis yang paling mereka percaya (78 persen).
Walaupun bisnis sebagai institusi secara kontinyu meraih kepercayaan hingga 76 persen, kredibilitas CEO turun enam poin menjadi 51 persen, mengikuti penurunan global di 28 negara yang disurvei.
Tentang penerimaan bisnis, Suahasil Nazara menyebutkan tiga komponen utama yaitu “Produksi barang berkualitas, menciptakan lapangan pekerjaan, dan membayar pajak selayaknya.”
“Jelas ini adalah waktunya bagi para CEO untuk turun ke lapangan, berinteraksi langsung dan transparan dengan karyawan, pelanggan, dan masyarakat; dan untuk dapat dilihat dalam memperjuangkan laba dengan tujuan mulia. Hal ini juga tidak dapat dihindari karena meningkatnya tingkat kepercayaan pada karyawan sebagai juru bicara untuk berbagai topik terkait perusahaan bila dibandingkan dengan juru bicara perusahaan untuk media,” kata Siva.
Seiring dengan NGO yang mengalami kenaikan tingkat kepercayaan sebanyak tujuh poin dari 57 persen ke 64 persen tahun ini, media sebagai institusi juga mengalami kenaikan empat poin dari 63 persen di tahun lalu, dengan search engine sebagai tipe media yang paling dipercaya di atas media online, tradisional, media milik institusi dan media sosial.
Hasil studi selanjutnya mengindikasikan bahwa gerakan-gerakan populis saat ini dipicu oleh kurangnya kepercayaan pada sistem dan adanya ketakutan ekonomi dan sosial, termasuk pada korupsi (90 persen), globalisasi (73 persen), menurunnya nilai-nilai sosial (63 persen), imigrasi (61persen), dan kecepatan inovasi (54 persen).
Para responden merasa khawatir terhadap merebaknya korupsi yang membahayakan keselamatan rakyat dan mempersulit terciptanya perubahan yang diperlukan untuk menanggulangi permasalahan negara.(tat)