Pasuruan, reportasenews.com – Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan secara maraton selama 24 jam terhadap 4 oknum perangkat Desa Kraton, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) saat proses pengurusan akta hibah di kantor Desa Kraton, Rabu (15/3) siang, akhirnya tim Saber Pungutan Liar (pungli) Polres Pasuruan Kota, menetapkan seorang tersangka.
Sekretaris Desa (Sekdes) Kraton yang juga PNS (Pegawai Negeri Sipil) Pemkab Pasuruan, yakni Chusaeni (53), resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (16/3) siang. Penetapan itu setelah polisi memintai keterangan sejumlah saksi-saksi diantaranya kepala desa, dua perangkat desa dan saksi pelapor Haris Al Farizy (34). “Dari laporan itu empat perangkat desa ditangkap, “ujar Kasat Reskrim Polres Pasuruan Kota, AKP Riyanto, Kamis (16/3) siang.
Menurutnya, penetapan tersangka kepada PNS di lingkungan Pemkab Pasuruan yang sehari-sehari menjabat sebagai Sekretaris Desa Kraton, tersebut juga disertai bukti kuat. “Tersangka Chusaeni terkena OTT oleh polisi setelah melakukan dugaan pungli terhadap Haris Al Farizy (34), warga Jalan Gajahmada, Kota Pasuruan yang sedang melakukan pengurusan akta hibah waris, “paparnya.
Ia menjelaskan, kejadian dugaan pungli tersebut terjadi pada hari Rabu tanggal 15 Maret 2017 sekitar jam 11 WIB di kantor Desa Kraton. “Tersangka meminta uang total Rp 3.900.000 kepada korban untuk persyaratan kepengurusan akta hibah waris dan akta lainnya. Padahal sesuai aturan tidak ada pungutan. Tersangka terbukti telah melanggar Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, ”kata Riyanto, .
Dari tangan tersangka, petugas mengamankan beberapa barang bukti, diantaranya uang tunai sebesar Rp 3.900.000, 28 bendel berkas kepengurusan tanah, serta 1 buku merah berisi catatan pengurusan tanah. “Dari bukti-bukti ini sudah cukup untuk dijadikan alat bukti sebagai tindakan melawan hukum. Pemeriksaan tersangka juga terbukti telah melakukan korupsi, “terangnya.
Riyanto menambahkan, tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI nomor 20, tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. “Pelaku terancam hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 12 tahun. Oleh karena itu kami himbau masyarakat untuk tidak main-main dengan urusan tanah dan lainnya, ”pungkasnya. (abd)