SELANDIA BARU, REPORTASE – Senin dini hari (14/11), Selandia Baru diguncang gempa berkekuatan 7,5 skala Richter. Hingga Selasa (15/11), Geonet, pengamat resmi gempa setempat, mencatat lebih dari 1.200 gempa susulan masih mendera negara di Pasifik tersebut.
Berdasarkan pengamatan dari udara, Geonet juga mencatat sekitar 100.000 peristiwa tanah longsor yang diakibatkan oleh gempa itu. Akibat longsor-longsor tersebut, banyak jalur transportasi yang terputus, sehingga beberapa kota terisolasi.
Selain longsor, hujan dan badai yang menyertai gempa, juga membuat banyak jalan tergenang banjir dan memaksa warga mengungsi dari rumah mereka.
Pusat gempa berada 93 kilometer timur laut Kota Christchurch di kedalaman 23 kilometer. Meski Geonet mencatat gempa itu berkekuatan 7,5 skala Richter, ada kemungkinan angkanya lebih besar, karena Badan Survei Geologi Amerika Serikat justru mencatatnya di angka 7,8 skala Richter.
Hingga Selasa (15/11), Badan SAR setempat masih berusaha mengevakuasi ratusan wisatawan dan warga yang terjebak di Kota Kaikoura. Kota itu tak memiliki akses jalan dan kerap dikunjungi wisatawan yang ingin menyaksikan migrasi paus.
Pemerintah setempat menganjurkan warga kota itu untuk mulai menghemat persediaan makanan, karena dibutuhkan waktu hingga empat hari untuk bisa mengevakuasi seluruh penduduk.
Associated Press memberitakan, hingga saat ini, gempa itu telah menelan korban dua orang meninggal dan beberapa orang terluka. Beberapa bangunan di ibukota Selandia Baru, Wellington, juga mengalami kerusakan, meski tak parah, termasuk gedung Palang Merah Selandia Baru dan Gedung Kedutaan Besar Thailand.
Perdana Menteri Selandia Baru, John Key, dalam wawancara dengan New Zealand Herald, mengaku telah melewatkan telepon dari Donald Trump karena terlalu sibuk melakukan konsolidasi pasca-gempa. Telepon itu adalah bagian dari usaha perkenalan diri Donald Trump ke beberapa pemimpin dunia, usai terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Lebih lanjut, Key mengatakan, butuh miliaran dolar untuk memperbaiki berbagai fasilitas umum yang rusak.(Elias Widhi/dari berbagai sumber)