Pontianak,reportasenews.com – Petugas KSDA Kalimantan Barat bersama-sama dengan WWF Kalimantan Barat menemukan 10 ekor penyu hijau (chelonia Mydas) mati di sepanjang pantai pendaratan penyu di kawasan TWA Tanjung Belimbing. Keesoakan harinya sekor penyu sisik (Eretmochelys Imbricata) juga dalam keadaan mati tak jauh dari lokasi tempat ditemukannya 10 ekor penyu hijua mati.
Saat dilakukan patroli tim juga menemukan beberapa gumpalan tar aspal dan sampah dalam jumlah yang cukup banyak di pinggir pantai. Menyikapi kejadian luar biasa tersebut, Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat Sadtata Noor Adirahmanta, S.Hut, MT menurunkan tim yang terdiri dari Kepala Seksi Konservasi Wilayah III beserta jajarannya di Resort Paloh, Drh. Wahyu (Dokter Hewan pada Balai KSDA Kalbar), diikuti juga dari Badan Pengelola Sumber Daya Pesisir (BPSPL) serta tim WWF Kalbar untuk melakukan nekropsi/ pembedahan pada penyu tersebut.
Pada saat dilakukan pembedahan, kondisi penyu tersebut telah mengalami pembusukan sehingga tim hanya melakukan nekropsi secara makroskopis yakni dengan melihat secara langsung, dikarenakan perubahan secara patologi anatomi ataupun histopatologinya sudah tidak bisa teramati.
Berdasarkan hasil nekropsi yang dilakukan pada 5 sampel penyu yang terdiri dari 4 penyu hijau (Chelonia mydas) dan 1 jenis penyu sisik (Eretmochelys imbricata), terdapat 4 penyu positif terdapat endapan tar /aspal pada organ tubuh penyu. Terhadap hasil nekropsi tersebut indikasi kematian penyu disebabkan karena menelan tar/aspal.
Dalam kurun waktu 2 bulan, di bulan Februari-Maret 2018 ditemukan 10 bangkai penyu dan 3 diantaranya telah dilakukan nekropsi.
Dalam beberapa waktu ke depan, BKSDA Kalimantan Barat telah merencanakan beberapa langkah tindak lanjut, antara lain mengumpulkan data dan informasi terkait asal-usul tar/aspal dan sampah yang mencemari perairan sekitar Pesisir Paloh dan aksi bersih-bersih pantai bersama para pihak, bahkan jika dipandang perlu akan dilakukan penelitian lebih lanjut terkait kualitas air laut dan uji kimia sample cairan hitam yang diduga aspal tersebut.
Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat dalam siaran Pers menyampaikan pesan kepada masyarakat Kalimantan Barat untuk lebih peduli terhadap kelestarian penyu maupun satwa-satwa liar lainnya.
Pantai sepanjang 63 kilometer di Pesisir Paloh merupakan habitat pendaratan terbesar penyu di Kalimantan Barat. Tidak hanya populasi penyu yang saat ini terancam, bahkan habitat penyu pun ikut terancam dengan adanya aktivitas konversi lahan untuk berbagai peruntukan seperti pengembangan dan pembangunan wilayah.
Diharapkan dengan kepedulian kita akan konservasi penyu, kelestarian penyu akan terwujud. Hal ini mengingat penyu saat ini berstatus Apenddix I CITES yang berarti keberadaannya di alam terancam punah, dan juga masuk ke dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan PP 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun demikian pemberian status perlindungan saja tidak cukup, jika tidak diiringi dengan tindakan nyata dalam melakukan upaya-upaya konservasi.
Salah satu upaya nyata yang kami lakukan adalah adanya program pelestarian penyu melalui “Suaka Penyu”, di mana sarpras pendukungnya telah dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui KSDA Kalimantan Barat di TWA Tanjung Belimbing, Paloh. Diharapkan dengan adanya Suaka Penyu tersebut kegiatankegiatan pelestarian penyu baik yang berada di dalam kawasan konservasi (TWA Tanjung Belimbing) maupun di luar kawasan konservasi dapat saling bersinergi.
Terkait pengelolaan suaka penyu tersebut, dalam waktu dekat Balai KSDA Kalimantan Barat akan mengundang berbagai pihak di antaranya Pemerintah Kabupaten Sambas, perguruan tinggi, instansi terkait, mitra konservasi serta masyarakat Kecamatan Paloh untuk “ngobrol” membahas pelaksanaan program suaka penyu ke depan. (das)