Denpasar, reportasenews.com – Sidang kasus penipuan dokumen yang dituduhkan kepada pemilik Hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjati, kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (3/12/2019). Dalam sidang ini, saksi pelapor Desrizal memberikan keterangan kepada Ketua Majelis Hakim, Sobandi.
“Harijanto menjual atau mengalihkan piutang saham kepada pihak lain,” kata Desrizal di depan sekitar 100 pengunjung sidang.
Sebelum Desrizal memberikan keterangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan pengusaha nasional, Tomy Winata (TW) sebagai saksi korban. Setelah hakim bertanya seputar identitas TW dan Desrizal, TW keluar dari ruang sidang.
Dalam sidang sebelumnya, hakim dan JPU I Ketut Sujaya menolak semua eksepsi yang diajukan oleh bos Hotel Kuta Paradiso itu. JPU beralasan bahwa surat dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap tentang tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dengan menyebutkan waktu, tempat tindak pidana itu dilakukan sesuai dengan Pasal 143 Ayat 2 Huruf b KUHAP.
“Waktu dan tempat tindak pidana itu, yakni Senin tanggal 4 November 2011 di Kantor Notaris I Gusti Ayu Nilawati dengan alamat di Jalan Raya Kuta No. 87,” ujar Sujaya.
Dalam eksepsi juga disampaikan tentang hak membuat laporan dari TW. Menurut JPU, laporan yang dibuat sudah dilakukan sesuai dengan Pasal 108 Ayat 2 KUHAP.
TW adalah orang yang memiliki hak untuk membuat laporan, karena dirinya telah menjadi saksi korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. TW adalah kreditur PT GWP yang menggantikan kedudukan Bank CCBI sangat berkepentingan. Sebab, akibat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, maka aset yang digunakan oleh terdakwa sebagai jaminan dialihkan ke orang lain secara tanpa hak dan melawan hukum. Bahkan, peristiwa pidana yang dilaporkan itu tidak hanya merugikan TW, tetapi juga merugikan kreditur lainnya seperti Gaston, Alfort, dan KP2LN.
JPU mendakwa Harijanto dengan dakwaan alternatif, yakni Harijanto selaku Direktur PT Geria Wijaya Prestige/GWP (Hotel Kuta Paradiso) turut terlibat dan menyetujui pemberian keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham. Sehubungan peristiwa pengalihan saham dari Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi dalam RUPS tanggal 14 November 2011.
Akibat peristiwa tersebut, TW selaku korban yang juga pelapor, dirugikan lebih dari 20 juta dolar AS.
“Terdakwa melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan perbuatan, atau menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akte outentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu. Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akte itu. Seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran,” kata jaksa Sujaya. (Tjg/Sir)