Amerika, reportasenews.com : Era medsos ditandai salah satunya dengan ledakan massal kegemaran untuk berfoto selfie, apakah ini bentuk dari gejala “narsistik” parah yang melanda sebagian besar manusia modern? Motivasi apakah yang membuat mereka narsis, apakah mau pamer atau tergila-gila melihat wajah sendiri? Ternyata jawabannya tidak semudah itu menurut studi terbaru.
Peneliti mahasiswa di Universitas Brigham Young berusaha mencari alasan motivasi untuk narsis dan kemudian melakukan serangkaian wawancara untuk melihat mengapa kita menjadi terobsesi dengan memotret diri kita sendiri. Analisis mereka mengungkapkan ada tiga jenis dasar pengambil selfie, yakni: komunikator, otobiografi, dan promosi diri sendiri (mirip pekerjaan seorang humas untuk diri sendiri).
“Komunikator”, adalah mereka yang menggunakan selfies sebagai bahasa visual agar tetap berhubungan dengan teman-teman, keluarga dan pengikut sebagai bagian dari percakapan. Foto itu lantas menjalin hubungan dengan lingkarnya dikeluarga, pekerjaan, teman.
“Mereka membuat itu untuk komunikasi dua arah,” jelas rekan penulis studi Maureen “Mo” Elinzano dalam siaran pers 6 Januari
Jenis “otobiografer” menggunakan foto narsis untuk membuat semacam lembar memo digital atau album foto. Mereka membuat selfie tidak selalu ingin memulai percakapan dua arah dengan foto narsis mereka. Para peneliti menyebutkan contohnya astronot Scott Kelly membuat selfie untuk semacam album otobiografinya selama bekerja diluar angkasa.
Lalu jenis “Promosi diri sendiri” mungkin paling mungkin untuk disebut terobsesi terus menerus memotret dirinya sendiri. Para peneliti secara khusus mencatat bahwa para selebritis, atau misal Kim Kardashians mungkin masuk dalam kategori ini.
Mereka itu “adalah orang-orang yang suka mendokumentasikan seluruh hidup mereka,” kata penulis Harper Anderson. “Dan mendokumentasikan berbagi hal kehidupan mereka, mereka berharap untuk menampilkan dirinya dan kisah-kisah mereka dalam frame yang positif.”
Studi “selfie” ini dipublikasikan dalam jurnal Komunikasi Visual Quarterly. Hal ini didasarkan pada wawancara dengan peserta survei yang diminta untuk meninjau sejumlah pernyataan yang berbeda yang telah dibuat di media atau di masyarakat tentang apa yang memotivasi mereka membuat foto selfie.
“Setelah kami mengumpulkan semua laporan, kami menulis mereka di kartu catatan dan memiliki 46 peserta, mengurutkan mereka ke dalam hirarki,” penulis utama Steve Holiday menjelaskan. “Kami melihat proses ini karena peserta dipaksa untuk introspeksi dan bernegosiasi dengan diri mereka sendiri untuk memilih motivasi apa yang membuat mereka melakukan itu.”
Peningkatan selfie dijaman ini mau tidak mau juga ditunjang dengan kehadiran smartphone yang makin memudahkan kita melakukan selfie. Alat yang menjadi makin hebat dan koneksi ke medsos akhirnya makin mendukung kebiasaan untuk “pamer diri sendiri” kepada publik luas (HSG/ Cnet)
#bahamas and me. I think we all know who's better looking. #YearInSpace. pic.twitter.com/1mnzzOyasO
— Scott Kelly (@StationCDRKelly) July 12, 2015