Liputan Khusus Reklamasi
Singapura, reportasenews.com – Siapapun yang pernah terbang ke Singapura dapat menyaksikan kemewahan bandara Changi yang berdiri di atas lahan reklamasi. Dalam 3 dekade Singapura telah berubah menjadi Negara yang modern.
Singapura yang luas lahannya relative kecil memerlukan lahan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraannya penduduknya.
Sejak 50 tahun terakhir, Negara persemakmuran Inggris ini telah bertambah 22% dari lahan aslinya. Bukan karena mengambil lahan negara tetangganya, namun dari reklamasi pantainya.
Proyek Jurong, merupakan salah satu proyek reklamasi raksasa yang waktu pengerjaanya 20 tahun. Proyek itu menggabungkan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Jurong dan daratan utama, dari luas awal 10 km persegi sekarang mencapai luas 32 km persegi.
Namun proyek mercu suar itu, dianggap sukses. Jurong saat ini dikenal sebagai “Mekahnya Bisnis BBM” di Asia Tenggara. Sebagai pusat industry pengolahan BBM, setiap hari dihasilkan 1,3 juta barel BBM. Belum lagi di Jurong juga dibangun, bunker bawah tanah penimbunan minyak mentah dan kondensatnya.
Walaupun sebagian proyek reklamasi itu dikerjakan oleh swasta, namun sebagian besar pelaksanaan konstruksinya menjadi tanggungjawab pemerintah Singapura.
Lahan-lahan reklamasi itu, dimanfaatkan untuk pemukiman, fasilitas rekreaksi, transportasi (sebagian lahan untuk jalur dan depo MRT dan bangunan bandara), sebagaian besar lahan pelabuhan dan alur lalu lintas kapal dan bisnis hotel.
Hotel Marina Bays Sand yang ikonik dan lintasan balap mobil formula 1, juga mengambil bagian besar dari lahan reklamasi.
Master Plan Panjang
Semua lahan reklamasi itu, sudah didesain oleh Kementerian Pembangunan Nasional Singapura, yang master plannya melihat jauh kedepan.
“Pemerintah Singapura punya master plan pembangunan kebutuhan 50 tahun kedepan,” kata Lim Hock Koon, Managing Director Moratel International Pte. Ltd, pemilik jaringan kabel internet bawah laut, kepada reportasenews.com di Singapura.
Dengan master plan yang jauh kedepan itu, maka pelaku bisnis utility kabel internet bawah laut yang vital mendapat kepastian jaminan investasi.
Ada tiga titik landing poin kabel internet bawah laut yang disiapkan pemerintah Singapura, di Jurong, Tanah Merah dan Changi. Ketiga titik landing point itu, merupakan area reklamasi.
Koridor Jurong menyambung ke Malaka, Malaysia, Tanah Merah dan Changi konektivitas ke Batam, Indonesia. Ketiga landing point itu, semuanya ada di daerah reklamasi. Sebelum masuk ke daratan, kabel-kabel itu berada di bawah laut dengan koridor jalur yang telah siapkan oleh otoritas yang berwenang.
Kabel Bawah Laut
Kabel bawah menjadi tulang punggung komunikasi internet, bisnis, sosial, penegakan hukum, politik hingga kebijakan pemerintah Singapura. Maka itu, walau ada proyek reklamasi yang masif, kabel bawah laut tidak bisa dipindahkan-pindahkan begitu saja oleh pemerintah.
“Pemerintah Singapura paham ini industry kabel bawah laut itu mahal. Kami diprioritaskan dalam kebijakan pemerintah, sehingga mereka tidak dengan tiba-tiba memindahkan jalur kabel bawah laut karena terkena proyek reklamasi,” jelas Lim.
Saking pentingnya jaringan kabel internet bawah laut itu, malah ada koridor jalur kabel yang sediakan. Koridor itu, bebas dari ancaman reklamasi. Bahkan jalur itu, dijaga dan dimonitor terus-menerus oleh badan-badan pemerintah terbebas dari resiko kerusakan.
“Koridor tidak boleh dijadikan tempat berlabuh kapal, bahkan dalam jarak dekat. Koridor ini sangat dijaga, tidak ada aktifitas laut yang membahayakan kabel bawah laut apalagi kegiatan reklamasi,” ungkap Lim.
Lebih ekstrim lagi, pemerinah Singapura pernah harus mendesain jalan raya baru ketimbang jalan raya yang menghubungkan ke Terminal 5 Bandara Changi, memotong lintasan kabel internet yang lebih dulu terpasang. (tat)